Citra satelit pada layanan Google Earth menampilkan foto dari seluruh wilayah Israel, termasuk daerah pendudukan Palestina di sekitar Tepi Barat dan Gaza. Namun, dua wilayah pendudukan itu hanya tersedia gambar beresolusi rendah.
“Citra satelit resolusi tinggi sangat penting ketika menganalisis dan memverifikasi foto dan video, terutama di zona konflik di mana ada pelanggaran hak asasi manusia,” ujar direktur penelitian di Bellingcat, Aric Toler, seperti dikutip laman Haaretz, Jumat (4/6).
Bellingcat adalah sebuah kelompok jurnalisme investigasi yang berfokus pada intelijen sumber terbuka (alias OSINT). “Anda tidak mendapatkan ini dengan Palestina,” ujar Toler.
Tragedi 11 hari agresi Israel ke Gaza (beberapa waktu lalu) menjadi titik fokus perhatian global. Meskipun gambar dari Gaza disiarkan sepanjang waktu, informasi perinci mengenai serangan udara langka dan dalam banyak kasus terbatas pada apa yang disediakan oleh pasukan pertahanan Israel.
Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi mereka yang mencoba memantau perkembangan di daerah kantong yang dikelola Hamas adalah tantangan fisik. Jalur Gaza telah berada di bawah blokade Israel-Mesir sejak 2007, dan aksesnya terbatas atau tidak mungkin.
Selama pergolakan Israel dan Hamas (beberapa) bulan lalu, Toler mengungkapkan kekesalannya di Twitter. “Tidak masuk akal bahwa Google (dan mesin pencari lainnya Bing, dan bahkan Yandex) menolak untuk memberikan citra satelit (berkualitas tinggi) untuk beberapa tempat terpadat di Bumi, dan secara teratur terkena serangan udara Israel. Sangat sulit untuk melakukan penelitian di wilayah tersebut,” ujar Toler.
Toler tidak sendiri. Pengawas politik, jurnalis lain, dan bahkan peneliti dalam bidang akademik, seperti arkeolog, frustrasi dengan kurangnya citra satelit Israel yang berkualitas tinggi.
Mengapa Hal Itu Bisa Terjadi?
Secara historis, ini disebabkan oleh Amandemen Kyl-Bingaman (KBA) pada Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional Amerika Serikat (AS) yang diberlakukan pada 1997 dan mencegah perusahaan AS menyediakan dan mendistribusikan foto Israel beresolusi tinggi.
Namun, selama bertahun-tahun, perusahaan-perusahaan Eropa mulai menyediakan layanan serupa, tidak terikat oleh undang-undang.
Ini akhirnya menyebabkan AS membatalkan ketentuannya pada Juli lalu. Namun, keputusan ini tetap berlaku untuk penyedia pencitraan satelit AS dan perusahaan AS lainnya yang menggunakan citra satelit, termasuk Apple dan Google.
Menurut sebuah studi peer-review yang diterbitkan dalam jurnal Space Policy oleh dua arkeolog Oxford yang memimpin kampanye untuk mencabut pembatasan, persetujuan KBA menandai puncak dari hampir empat tahun ketegangan dan negosiasi AS-Israel.
Sebelumnya, pemerintahan Bill Clinton pernah merilis lebih dari 800 ribu gambar satelit yang diambil sebagai bagian dari operasi pengumpulan intelijen Perang Dingin AS. Deklasifikasi foto-foto menyebabkan mata air laporan di media arus utama. Semisal, The New York Times menerbitkan gambar pangkalan udara strategis pengebom Soviet di Kazakhstan yang belum pernah dilihat sebelumnya, diambil pada 1966.
Sementara di Israel pada Juni 1996, harian Yedioth Ahronoth menerbitkan foto udara reaktor di Dimona, yang diambil oleh satelit mata-mata AS beberapa dekade sebelumnya.
Sumber: Republika.co.id