Musa awalnya adalah penganut Yahudi. Dia mulai tertarik pada agama ketika berusia 15 tahun. Ia menggambarkan Islam dalam kaitannya dengan Yudaisme. Ini menarik minatnya dan membuat dirinya menerima Islam.
Kisahnya berawal pada 2007. Sebelum masuk Islam, Musa menjalani hidupnya sebagai seorang Yahudi. “Meskipun keluarga saya tidak tradisional, saya belajar Yudaisme dari Yahudi tradisional. Saya pergi ke sinagoge Yahudi Ortodoks dan sekolah Yahudi Ortodoks,” kata dia dilansir dari laman Arab News, Kamis (20/5).
Musa tinggal dan terus hidup dalam komunitas Yahudi di Amerika Serikat di mana hanya ada sedikit perbedaan. Mengingat besarnya Yudaisme terlibat dalam hidup Musa, dia pun tidak memiliki teman non-Yahudi. Namun, kemudian ia mulai sering mengobrol secara daring dengan kalangan Muslim.
“Saya mengembangkan minat yang kuat untuk mempelajari agama lain serta agama saya sendiri. Saya memberi perhatian khusus pada Islam karena saya tahu itu adalah agama yang tak jauh berbeda dengan Yudaisme. Kami berbagi banyak nabi yang sama; moral, nilai, dan, yang paling penting, kami menyembah Tuhan yang sama, Allah,” tuturnya.
Meski Musa tahu banyak tentang Islam dan tahu itu adalah agama yang damai, dia tak bisa mengatakan bahwa dia tak memiliki stereotip. Namun, dia beruntung karena mengenal banyak muslim secara online, salah satunya adalah teman wanitanya yang sudah seperti pembimbing jalan menuju Islam. “Dia membawaku ke pintu Islam, dan Allah membawaku melewati sisanya,” ungkapnya.
Musa memutuskan untuk melihat lebih dalam Yudaisme. Lalu, dia menemukan kekurangan dalam agamanya sendiri. Menurut Perjanjian Lama, Nabi Harun yang agung melakukan dosa yang lebih buruk. Karena tekanan dari orang-orang saat menunggu Musa kembali dengan Taurat dari Gunung Sinai, Nabi Harun membangun sebuah berhala.
“Bagaimana mungkin seorang nabi besar mungkin melakukan salah satu dari tiga dosa yang begitu besar sehingga seseorang harus memilih kematian sebelum melakukannya? Dalam Al-Qur’an, Nabi Musa turun dan melihat orang-orang Yahudi menyembah Anak Sapi Emas. Awalnya, dia mengira itu adalah ciptaan Harun dan marah padanya, kemudian dia menemukan bahwa itu adalah orang Ibrani lain yang telah menciptakan berhala ini. Jadi, banyak yang bisa dipelajari dari ini,” kata Musa menerangkan.
Musa sempat bertanya-tanya, “Akankah suatu bangsa yang dipimpin oleh Tuhan benar-benar diampuni atas dosa seperti itu?” Atas hal ini, Musa menyampaikan pandangannya sesuai pandangan Islam. Bahwa, Perjanjian Lama telah berubah selama bertahun-tahun.
“Pada masa lalu, ada banyak Cohaneem (pemuka agama di Kuil Suci) yang korup. Tidakkah bisa dengan mudah bagi mereka untuk mengubah Yudaisme agar lebih mudah diamati dan lebih sedikit memakan waktu untuk menghasilkan lebih banyak uang dengan profesi mereka?” ucapnya.
Faktor menakjubkan lainnya yang membawa Musa ke Islam adalah kebenaran ilmiah yang tertulis di dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an menyebutkan perkembangan embrio manusia jauh sebelum ditemukan oleh ilmu pengetahuan. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt. dalam Surat al-Mu’minun ayat 12—14.
“Al-Qur’an juga menyebutkan bagaimana gunung terbentuk dan berbicara tentang lapisan atmosfer! Ini hanyalah sedikit dari banyak penemuan ilmiah yang disebutkan dalam Al-Qur’an 1.400 tahun sebelum ditemukan oleh sains,” ujarnya.
“Inilah salah satu faktor kunci yang membuat saya menjelajahkan hati saya untuk menemukan kebenaran hidup. Dalam bahasa Arab, kata Islam berasal dari kata salama yang berarti ‘tunduk’. ‘Kemurnian’ dan ‘kedamaian’ berasal dari akar yang sama. Orang itu tunduk kepada Yang Esa, Penyayang, dan Yang Maha Pemurah, sedangkan, agama lain dinamai menurut orang; Yudaisme berasal dari suku Yudea, Kristen dari Yesus Kristus,” ujarnya menjelaskan.
Musa mengatakan, Islam adalah kata yang berasal dari kata kerja. Siapa pun yang tunduk kepada Allah dan percaya pada semua nabi adalah muslim sejati. Banyak nabi besar yang disebutkan dalam Perjanjian Lama hidup sebelum Yudaisme dan Yudea. Mereka taat kepada Tuhan, dan karena itu mereka semua adalah muslim.
“Dan, kita akan hidup sebagaimana para nabi hidup karena mereka adalah manusia yang hebat,” tuturnya.
Meski telah menyadari kebenaran Islam, Musa sadar keyakinannya itu sulit diterima di lingkungannya karena semuanya Yahudi. Namun, orang tua dan kerabatnya memang sangat menghormati.
“Tetapi, saya tidak yakin bagaimana reaksi mereka jika anak mereka sendiri yang memeluk Islam. Jadi, untuk saat ini, saya tidak dapat menjalani kehidupan Islam sepenuhnya, tetapi alhamdulillah, saya bisa salat lima waktu,” ujarnya menambahkan.
“Saya bisa belajar Islam secara online, dan setidaknya saya secara terbuka bisa percaya satu Tuhan dan mengungkapkan perasaan itu. Dalam beberapa hal bisa sangat sulit. Saya menjadi lebih emosional daripada kebanyakan orang ketika saya memperdebatkan sesuatu yang melibatkan muslim, misalnya Timur Tengah.”
Misalnya, ketika Musa bicara soal Israel, keluarganya mendukung Israel dan tidak tahu kebenaran tentang apa yang terjadi pada orang Palestina. “Dan, ketika mereka berbicara tentang situasi ini, saya menjadi mudah tersinggung, terutama jika mereka mengemukakan gagasan bahwa itu adalah “Tanah Suci Yahudi” dan “Tanah Perjanjian”,” katanya.
Musa pun belum memberi tahu orang tuanya soal dirinya yang telah mengakui kebenaran Islam. Dengan begitu, dia tidak dapat menghadiri salat di masjid. “Seperti yang saya katakan sebelumnya, daerah saya memiliki sedikit keragaman dan semua masjid jauh. Saya tidak pernah memiliki kesempatan untuk melakukan syahadat di depan para saksi meskipun saya telah mengucapkan syahadat untuk saksi terbaik, Allah,” ucapnya.
Ketika itulah, Musa berusaha meningkatkan kepribadiannya dengan menghindari teman-teman yang menggunakan narkoba, menonton film porno, minum alkohol, dan mencuri. Dia mengakui, tidak selalu mudah untuk menghindari teman dekat, tetapi ia berusaha sebaik mungkin, demi Allah.
“Perjalanan saya dari kegelapan menuju terang, membuat saya menjadi manusia yang lebih kuat, lebih spiritual, dan lebih baik. Semoga Allah membimbing kita semua pada kebenaran yang dituntun pada saya ini. Asyhadu an la ilaha illa Allah, wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah,” tuturnya.
Sumber: Republika.co.id