close
Feature

Kematian Colin Powell dan Dosa Abadinya bagi Irak

Sumber Foto: Pexels.com

Colin Powell sudah tak ada. Orang yang dapat disebut sebagai salah satu yang paling bertanggung jawab atas meninggalnya lebih dari 120.000 warga sipil Irak itu, akhirnya turut menyusul mereka juga. Disebutkan oleh banyak sumber bahwa penyebab meninggalnya adalah komplikasi akibat terinfeksi Covid-19, di samping sebelumnya dia telah menderita beberapa penyakit penyerta lainnya.

Kematian pria tua berusia 84 tahun itu mendapatkan banyak empati dari seluruh penjuru Amerika. Jasadnya ditangisi, kepergiannya menyisakan duka yang mendalam, kawan dan lawan menyambut kepergiannya dengan dukacita, dan tentu saja itu hanya terjadi di negeri Barat terbesar, yaitu Amerika Serikat.

Di negeri Paman Sam sendiri, ia adalah pahlawan, jasanya bagi dunia militer dan diplomatik Amerika bisa dibilang cukup besar. Dia pernah menduduki beberapa jabatan penting. Dan, tentu saja, jabatan yang paling “berpengaruh besar” bagi Timur Tengah adalah ketika ia menjadi menjadi Menteri Luar Negeri dan persaksiannya yang kemudian membuat dunia diam terhadap invasi kotor Amerika atas Irak.

Colin Powell dan Irak yang Luluh Lantak
Lebih dari 18 tahun silam, di sebuah podium pada Sidang Dewan Keamanan (DK) PBB, ia mengampanyekan betapa berbahayanya senjata pemusnah massal yang (menurut Amerika dan sekutunya) dimiliki oleh Irak sebagai alasan kuat untuk menyerang Irak. Sebuah invasi yang ditolak dan ditentang keras oleh dua sesepuh negara di Timur Tengah (Arab Saudi dan Mesir).

Atas dasar yang disebut oleh Turki (diwakili oleh Erdogan) sebagai “kepentingan bersama”, invasi tersebut dengan mulus terjadi, pasukan Amerika memasuki Irak dari darat melalui Kuwait, serangan udara dari Turki, dari arah selatan melalui Qatar dan melalui Yordania dari barat. Akhir dari invasi telah diketahui bersama, Irak yang luluh lantak dan suksesnya kepentingan Amerika yang tentu saja tanpa ditemukannya senjata pemusnah massal di sana—tuduhan yang memang sejak awal diketahui tidak akan pernah terbukti.

Dalam bukunya yang berjudul It Worked For Me: In Life and Leadership, Powell menyebutkan bahwa tidak pernah ada perdebatan serius di Gedung Putih mengenai apakah Invasi Irak adalah sebuah ide baik atau tidak. Mantan Direktur CIA juga menyebutkan pernyataan serupa sebagaimana diberitakan oleh National Public Radio (2007) bahwa tak ada perdebatan serius tentang invasi tersebut. Powell mengakui bahwa informasi itu adalah kesalahan intelijen (National Public Radio, 2012). Pengakuan yang tidak sedikit pun menghapus dosanya atas Irak.

Sejarah membuktikan bahwa Bush ingin menyerang Irak dengan tujuan hanya untuk melengserkan Saddam. Sebagai orang besar, alasan-alasan bisa disusun semaunya, dan Colin Powell adalah “pendakwah” untuk meyakinkan badan bangsa-bangsa yang tentu saja tidak berdaya menolak dakwaan-dakwaan Amerika.

Keputusan yang di kemudian hari diakui oleh Powell sebagai noda dalam catatan kariernya sebagai pejabat negara. Akan tetapi, bersamaan dengan pengakuannya terhadap noda tersebut, tidak pernah ada permohonan maaf dari mantan jenderal tentara yang pensiun pada 1993 silam.

Irak Hari Ini
Jika kita melihat bagaimana berbagai media massa menggambarkan keadaan Irak hari ini, sangat sulit bagi kita untuk mengakui bahwa peradaban pernah mencapai puncaknya di sana. Negeri 1001 Malam itu hari ini terkoyak oleh luka yang didedahkan oleh Amerika dan sekutunya sejak 2003 silam, luka yang sampai hari ini masih berdarah dan mengeluarkan nanah.

Perang, yang oleh Bush dikatakan sebagai hal yang paling tidak diinginkan itu, hingga sekarang masih terasa, konflik tetap ada sampai hari ini di wilayah Irak. Sejak Amerika masuk hingga sekarang, lebih dari dua ratus ribu nyawa tewas, dan kebaikan bagi Irak adalah tidak ada.

Bagi masyarakat Irak secara umum, Colin Powell adalah penjahat perang yang seharusnya diadili. Seorang ibu tua bernama Maryam mengenang Powell sebagai pembohong, yang dengan kebohongannya dia “menghadiahkan” Irak sebuah perang yang masih berefek hingga kini.

“Kesedihan menimpa saya atas kematiannya tanpa diadili sebagai penjahat perang, tapi saya yakin pengadilan Tuhan akan menunggunya,’’ cuit seorang jurnalis yang melempar sepatu pada Bush 2008 silam.1

Saat ini, Colin Powell telah mati. Meskipun demikian, “monumen” yang telah ia bangun di Irak akan membuatnya terus dicela oleh masyarakat Irak, dan satu yang pasti, dosanya abadi dan akan dipertanggungjawabkan di pengadilan Allah.

Penulis: Misbahul
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana

Rujukan:

1. https://twitter.com/muntazerzaidi/status/1450076978627977220

Tags : Amerika SerikatColin PowellIrakPerang

The author Redaksi Sahih

Leave a Response