Orang-orang munafik sudah sejak dulu menjadi duri dalam daging umat Islam, kebencian terhadap Islam telah tertanam di hati-hati mereka. Hal tersebut terlihat jelas pada perbuatan mereka, meski sudah coba menutupi diri dengan “pakaian” Islam, tetapi bagaimanapun bangkai yang disembunyikan ia tetaplah bangkai. Sebagaimana bangkai itu tersingkap pada masa Rasulullah dengan terang-benderang sejak mula mereka keluar dari barisan Nabi di Uhud dulu. Namun, Nabi dengan berbagai pertimbangan maslahat, tidak ingin memerangi mereka karena “pakaian” Islam yang mereka tampakkan.
Baru kemudian, pasca wafatnya Rasulullah, teranglah apa yang disebut dengan kemunafikan orang-orang Arab dengan murtadnya mereka, mereka yang menjadi duri dalam daging muncul ke permukaan, dan Abu Bakar yang kata Nabi adalah orang paling lembut terhadap umat ini yang memegang pucuk kepemimpinan saat itu, lebih leluasa menjadikan mereka musuh, karena telah jelasnya warna yang mereka tampakkan.
Kemurtadan yang terjadi saat itu, tidaklah sedikit pun patut disesali dan tidak pula melemahkan orang-orang Islam, tapi sebaliknya peristiwa itu disyukuri karena jelaslah siapa musuh dalam selimut, jelaslah mana duri dalam daging, jelaslah serigala di kalangan domba, sehingga sikap tegas dapat ditunjukkan dengan senyata-nyatanya.
Maka sebenarnya, apa yang terjadi hari-hari ini adalah bagian dari sejarah yang berulang. Dengan itu kaum muslim dapat memposisikan diri mereka dengan lebih jelas, sebagaimana Abu Bakar memposisikan dirinya saat itu. sukmawati
Ritmis tapi Pasti
Sebagaimana benalu di tubuh inangnya, kemunafikan senantiasa ada selama tubuh itu ada. Demikian halnya orang-orang munafik di tengah umat Islam, mereka selalu ada dan senantiasa ada. Meski pada awalnya tersembunyi, perlahan tapi pasti semuanya akan terungkap dengan jelas.
Pada banyak catatan sejarah, kemunculan mereka selalu melukai umat Islam. Maka sudah sepantasnya umat Islam belajar dari sejarah dengan senantiasa berhati-hati terhadap mereka. Apa yang ada di hati (kemunafikan) meskipun disembunyikan tetap akan tampak pada perbuatan atau perkataan. sukmawati
Abdullah bin Ubay misalnya, yang mengaku telah Islam, tetapi hatinya masih kafir; dalam banyak kesempatan ia mengolok-olok Rasul, ia juga dalang di balik fitnah terhadap ibunda Aisyah. Maka, di antara alamat bagi kemunafikan seseorang adalah penghinaan yang mereka lakukan terhadap Rasulullah dan terhadap para ulama sebagi pewaris Rasulullah. Juga termasuk kepada penghinaan terhadap Rasulullah adalah ketika seseorang membandingkan Rasulullah dengan seseorang yang bukan bandingannya. Dan, demi Allah, tiada seorang pun yang sebanding dengan Rasulullah. Penulis teringat kepada sebuah syair:
وكيف يقال البدر أضوا من السها * وكيف يقال الدر خير من الحصا
ألم ترى أن السيف يزري بقدره * إذا قيل هذا السيف أمضى من العصا
Tak seharusnya dikatakan bahwa purnama lebih terang dari bintang kecil
Dan tak seharusnya dikatakan bahwa permata lebih baik daripada batu
Bukankah pedang, justru akan berkurang nilainya
Jika dikatakan, pedang itu lebih tajam dari kayu
Kita semua telah mengetahui keutamaan Rasulullah dari berbagai sisi kehidupannya, beliaulah sayyidul basyar dan khairul anam yang tiada seorang pun semisal beliau, tidak sebelumnya dan tidak sesudahnya. sukmawati
Sisi lain dari Islam yang kerap kali dijadikan bahan ejekan adalah syiar-syiar Islam itu sendiri, meskipun mereka melakukan itu dengan ragam alasan, tapi alasan sebenarnya dari kelakuan mereka itu adalah tanpa alasan; hanya ingin mengejek saja karena kebencian yang tertanam di hati-hati mereka. Ejekan terhadap Alquran yang tidak lagi relevan, atau haji yang hanya menghabiskan uang, atau bahkan azan sebagai salah satu syiar islam yang kalah indah dibandingkan dengan syair-syair atau puisi-puisi. sukmawati
Perlakuan-perlakuan di atas adalah manifestasi hati yang sakit dan akal yang kurang. Bahkan dalam sebuah hadis, orang munafik Nabi ibaratkan sebagai setan yang tampak, dan bagi orang-orang Islam, setan adalah musuh yang nyata dan harus ditampakkan permusuhan atas mereka.
Maka, sudah seharusnya kaum muslim bersyukur jika musuh-musuh Islam yang bersembunyi di dalam Islam menampakkan permusuhannya dengan mendeklarasikan keluarnya ia dari Islam, sebagaimana orang-orang murtad yang mengumumkan kemurtadannya pada masa Abu Bakar.
Sehingga, teranglah, telah mencuat benang hitam yang bersembunyi di antara benang-benang putih.
Penulis: Misbahul
Editor: Nauval Pally Taran