Berkata Ibnu Mas’ud (semoga Allah meridainya), “Ada korban pencurian yang terus menerus berprasangka dan merasa curiga, hingga pada akhirnya dia menjadi lebih besar (dosanya) dari si pencuri itu sendiri” (Al-adaabul Mufrod).
Berkata Syeikh Abdurrazzaq Al-Badr: at-tazhanny (التَّظَنِّي) maknanya adalah berprasangka dan merasa curiga, diambil dari kata at-tazhannun (التَّظَنُّنُ) dengan menggantikan nun -ن akhir menjadi ya-ي, bermakna seseorang yang telah dicuri harta bendanya terus menerus menyibukkan pikirannya dalam berprasangka dan mencurigai: “Saya yakin pelakunya adalah si fulan, atau bahkan si fulan, tentu saja, karena aku benar-benar melihatnya di tempat tersebut…”. Kemudian dia mulai menuduh dan menggunjing dan bahkan diikuti adu domba dan dosa-dosa lainya sampai pada akhirnya dosanya lebih besar daripada dosa si pencuri itu sendiri.
Demikianlah berbagai bentuk kesalahan dan kekeliruan. Sebagai contoh: Terkadang seseorang terkena musibah ‘ain yang membuatnya terganggu pada tubuh atau pada harta kepunyaannya, dan ia pun mulai berprasangka dan melempar tuduhan: “pastilah si fulan, atau fulan, sungguh aku telah mengetahui (tentangnya) dari si fulan,” dan dia terus menerus menyerang kehormatan saudaranya dengan berbagai tuduhan batil dan pengakuan palsu tanpa bukti, lebih dari itu dia terus menggerogoti kehormatan saudaranya dengan gunjingan, adu domba pun terus berlanjut mengoyak kehormatan mereka, memberikan gangguan, sehingga keadaannya menjadi lebih mengerikan dari keadaan pelaku ‘ain itu sendiri yang telah mendengki dan menyebabkan musibah ‘ain pada dirinya.
Maka sebagai catatan, sungguh kita mesti menjauh dan berlindung kepada Allah dari bahaya syak wasangka yang dapat mengantarkan kita pada keburukan yang lebih buruk dari orang yang telah berbuat buruk terhadap diri kita sendiri.
Diterjemahkan dan disadur dari Al-badr.net
Penerjemah: Iqbal Abu Hisyam
Editor: Nauval Pally Taran