Setan sering menggunakan permainan pikiran yang cacat. Tugasnya adalah meyakinkan Anda untuk melakukan kejahatan, sesuatu yang akan mengkompromikan iman Anda. Dan yang terbaru di antara trik-trik dalam daftarnya adalah meyakinkan Anda bahwa orang mati memang bisa dihidupkan kembali (oleh orang lain selain Allah).
Sebuah artikel di Washington Post berbunyi, “Bulan lalu, tersiar kabar bahwa Microsoft menerima paten untuk perangkat lunak yang dapat menjelma menjadi chatbot (program komputer yang menyimulasikan percakapan manusia melalui perintah suara, obrolan teks, atau keduanya).”
Mengalami tragedi adalah bagian dari pengalaman menjadi manusia. Banyak orang telah kehilangan orang yang dicintai, baik itu anggota keluarga maupun teman, dan akan memberikan apa saja untuk bisa berbicara dengan mereka sekali lagi. Akan tetapi, apakah ini cara muslim bereaksi terhadap kehilangan? Mengapa ide dari Microsoft ini terdengar sangat janggal secara intuitif?
Mari kita pertama-tama memahami bagaimana alat ini bekerja, “Paten ini merencanakan sebuah sistem untuk mengambil konten digital dari seseorang (‘gambar, data suara, postingan media sosial, pesan elektronik, surat tertulis,’ kata paten itu) dan menggunakan mesin untuk melatih chatbot dalam mereplikasi suara orang itu.”
Apakah aktivitas online seseorang cukup untuk membuatnya kembali? Artinya, apakah jumlah bagian keterlibatan digital manusia sama dengan diri mereka yang sebenarnya?
Dan jawabannya sederhana, tidak. Sebagai permulaan, informasi yang dibagikan orang secara online versus offline sangat berbeda. Tidak biasa bagi seseorang untuk membagikan rahasia mendalam mereka di internet, misalnya.
Terlepas dari hal tersebut, ada lebih banyak lagi hal bagi manusia yang tidak dapat direplikasi oleh kecerdasan buatan dan perangkat lunak mesin. Keyakinan ateistik telah membawa banyak orang pada gagasan yang salah, yaitu tidak ada apa pun di luar dunia material (fisik) dan bahwa segala sesuatu dapat dijelaskan dengan menggunakan hukum material.
Itulah mengapa mereka percaya bahwa pengalaman sebagai manusia yang kita miliki, atau kesadaran kita, hanyalah hasil dari pengalaman yang telah kita kumpulkan sepanjang hidup dengan merespons secara neurologis terhadap informasi yang kita terima melalui indra kita. Dengan kata lain, kita tidak lebih dari mesin atau komputer.
Jadi, mereka juga percaya bahwa suatu hari teknologi akan berkembang pada titik dapat meniru pikiran manusia. Namun, mereka salah besar.
Bayangkan betapa takjubnya Anda saat melihat ciptaan Allah yang ada di atas sebuah gunung.
Bayangkan kegembiraan seorang anggota keluarga yang telah menjalani operasi yang sukses untuk penyakit berbahaya.
Bayangkan cinta seorang ibu ketika dia memeluk anaknya.
Bayangkan kesedihan seorang anak ketika kehilangan orang tua.
Bisakah emosi ini dihapuskan sebab alam itu murni fisik?
Dan bagaimana dengan manusia terbaik yang pernah hidup?
Ingat ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pergi untuk melihat wanita tua yang membencinya dan melemparkan sampah di jalan yang dilaluinya setiap hari?
Ingat ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memaafkan seluruh kota yang penuh dengan musuh yang telah melakukan segala daya dan upaya untuk membunuhnya selama bertahun-tahun?
Ingat Perang Badr, saat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menaruh semua kepercayaan dan iman kepada Allah dan memerangi kaum musyrikin, bahkan dengan kemungkinan kejatuhan terhadap umat Islam?
Siapa pun yang memiliki akal sehat dapat melihat bagaimana manusia bukan sekadar mesin hidup. Kita memiliki aspek metafisika juga, jiwa.
Karunia Allah inilah yang tanpanya kita hanyalah tanah liat. Tidak peduli berapa banyak waktu yang diluangkan untuk ilmu pengetahuan dan teknologi. Para teknolog tidak akan pernah bisa mendekati dalam menciptakan sesuatu yang bisa menyaingi ciptaan Yang Mahakuasa.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an, “Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” (17: 70).
Bahkan, mempertimbangkan teknologi semacam itu dapat secara akurat menggambarkan manusia nyata sama dengan menolak ayat ini. Ini berarti menolak tempat tinggi yang telah diberikan Allah Yang Mahakuasa kepada Anda.
Kita tahu betul bahwa kematian akan datang untuk kita semua suatu hari nanti, “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (3: 185).
Jelas, teknologi ini masih dalam tahap awal, tetapi tampaknya tujuannya adalah untuk terus meningkatkannya dari waktu ke waktu. Dan makin mereka memperbaikinya, makin menipu dan meyakinkan kita. Maksud saya adalah bahwa umat Islam perlu memiliki penjaga dari sekarang.
Masa duka bisa sangat menyedihkan. Akan tetapi, pada saat-saat itu kita perlu ingat untuk menaruh kepercayaan kita kepada Allah alih-alih pada apa yang ditawarkan dunia ini.
Penulis: Tim Muslim Skeptic
Penerjemah: Muhajir Julizar
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana
Sumber: MuslimSkeptic