SAHIH.CO, LONDON – Hanya sedikit negara yang terkena dampak pandemi global sekeras Iran. Lebih dari 131.000 penduduk Iran telah meninggal sejauh ini. Beberapa bagian negara itu telah berulang kali dipaksa melakukan lockdown dalam rangka mengekang pandemi tersebut.
Selain kekeringan, kekerasan, dan penindasan, Covid-19 telah mengubah 2021 menjadi tahun suram bagi rakyat Iran. Pelantikan presiden garis keras baru hanya memperburuk penderitaan mereka. Namun, hal yang lebih buruk bisa terjadi terhadap populasi tawanan Iran, para ahli memperingatkan.
Dampak langsung dari pandemi tersebut bagi masyarakat sipil, hak, dan kebebasan di Republik Islam ini parah dan membantu mendorong keterasingan negara itu lebih lanjut dari prinsip-prinsip hak asasi manusia, rasa hormat, dan kebebasan, kata para pengamat.
Nassim Papayianni, juru kampanye senior dari tim Amnesty International Iran, mengatakan kepada Arab News, “Tanggapan pihak berwenang terhadap Covid-19 secara langsung memengaruhi hak atas kesehatan bagi rakyat Iran. Hal ini telah dikritik secara luas, terutama dalam kaitannya dengan kurangnya transparansi dan kegagalan mengatasi kekurangan vaksin, tempat tidur rumah sakit, pasokan oksigen, dan perawat.”
Dia mengatakan bahwa krisis di negara itu diperburuk oleh keputusan di tingkat tertinggi pemerintah.
“Meskipun Iran meluncurkan program vaksinasi Covid-19 pada bulan Februari, hanya kurang dari enam persen populasi tervaksinasi pada Agustus 2021. Ini secara luas disalahkan pada keputusan Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei pada Januari 2021 yang melarang vaksin yang diproduksi di Inggris dan AS,” dia berkata.
Ketika Khamenei kemudian menarik kembali keputusan itu dan mengizinkan impor vaksin asing, kerusakan sudah terlanjur terjadi. Nyaris 130.000 orang Iran sekarang meninggal, dan dikarenakan begitu sedikit yang divaksinasi, jumlahnya kemungkinan akan terus meningkat.
Papayianni juga mengecam perlakuan Iran terhadap penduduk etnis Arab di Provinsi Khuzestan, yang tahun ini memprotes pengambilan air dari negara mereka.
“Krisis air yang makin memburuk di Iran merampas hak rakyat untuk mendapatkan air bersih dan sehat dan telah menyebabkan beberapa tindakan protes, termasuk di Khuzestan. Peneliti lingkungan mengatakan pihak berwenang telah gagal mengambil tindakan yang memadai untuk mengatasi krisis. Alih-alih mengatasi krisis lingkungan ini, pihak berwenang Iran telah menargetkan untuk menghukum aktivis lingkungan.”
Pelantikan Presiden Ebrahim Raisi pada bulan Agustus—seorang garis keras ideologis yang dipilih oleh Khamenei dan secara langsung terlibat dalam kejahatan terhadap kemanusiaan—hanya menambah penderitaan rakyat Iran sehari-hari selama tahun 2021.
“Menunjuk Raisi naik ke kursi kepresidenan alih-alih menyelidiki atas kejahatan terhadap kemanusiaan pembunuhan, penghilangan paksa, dan penyiksaan adalah pengingat atas impunitas dari sistem yang berkuasa di Iran,” kata Papayianni.
Dia mengatakan bahwa Amnesty International memiliki bukti yang menunjukkan Raisi terlibat langsung dalam “komisi kematian” yang melihat ribuan tahanan politik dieksekusi oleh Republik Islam pada tahun 1988.
Raisi melakukan penghilangan paksa dan eksekusi di luar hukum terhadap beberapa ribu pembangkang politik di penjara Evin dan Gohardasht, dekat Teheran, antara akhir Juli dan awal September 1988, kata Papayianni. “Jenazah korban sebagian besar dikubur di kuburan massal yang tidak bertanda.”
Dia mengatakan bahwa Amnesty International telah meminta Raisi untuk diselidiki atas kejahatan terhadap kemanusiaan, seperti pembunuhan, penghilangan paksa, dan penyiksaan sesuai dengan hukum dan standar internasional.
Mengacu pada pembantaian 1988, Bob Blackman, seorang anggota parlemen Partai Konservatif Inggris, mengatakan kepada Arab News, “Keadaan seputar nasib para korban dan keberadaan tubuh mereka, hingga hari ini, secara sistematis disembunyikan oleh pihak berwenang Iran.”
Dia mendengungkan pandangan Amnesty International tentang Raisi. Ia mengatakan bahwa mantan kepala kehakiman lebih mirip dengan tersangka utama daripada seorang pemimpin, dan harus diselidiki atas kejahatan terhadap kemanusiaan daripada ditugaskan untuk memimpin sebuah negara.
Blackman, seorang kritikus lama pelanggaran hak asasi manusia Iran, juga mengecam cara penculikan oleh Teheran sebagai alat diplomatik. Anggota parlemen itu mengatakan bahwa dia melihat tidak ada akhir yang tampak dari penggunaan strategi oleh rezim dan merekomendasikan agar warga Inggris yang memiliki hubungan dengan Iran menjauh dari negara itu demi keselamatan mereka sendiri.
Kasus Nazanin Zaghari-Ratcliffe, ibu satu anak keturunan Inggris-Iran yang ditahan di Iran selama nyaris enam tahun atas tuduhan merencanakan penggulingan rezim. Kasus tersebut telah menjadi berita utama di Inggris sepanjang tahun dan menjadi simbol pendekatan Teheran terhadap diplomasi dengan Barat.
“Penyanderaan adalah teknik yang dikaitkan dengan Republik Islam sejak awal sejarahnya. Setidaknya sembilan warga Inggris telah ditahan oleh otoritas Iran sejak 2013,” kata Blackman.
Dia menekankan peringatan Pemerintah Inggris terhadap perjalanan ke Iran dan mengatakan, “Bahaya yang berpotensi dihadapi orang, termasuk penahanan sewenang-wenang dan kurangnya akses ke hak asasi manusia dan hukum dasar.”
Tahun lalu merupakan tahun yang suram bagi kebebasan berekspresi, keamanan jurnalis, dan akses ke informasi yang tidak memihak di Republik Islam tersebut.
“Perlakuan terhadap jurnalis telah memburuk, dengan presiden ultrakonservatif baru menahan orang yang berbeda pendapat,” Yeganeh Rezaian, peneliti senior Iran di Komite untuk Melindungi Jurnalis, mengatakan kepada Arab News.
“Sumber daya yang berkurang telah memaksa banyak jurnalis untuk mengejar pekerjaan lain dan makin banyak yang memilih untuk melarikan diri dari negara itu, sering kali dengan risiko pribadi yang besar, daripada terus bekerja di Iran.”
Dia menambahkan, “Pandemi memiliki dampak besar pada bidang informasi. Banyak jurnalis telah dihukum karena melaporkan secara akurat tentang dampak pandemi. Media pemerintah, sementara itu, secara konsisten tidak melaporkan kegagalan dan menyebarkan informasi yang salah tentang vaksin dan pengobatan yang seharusnya untuk virus tersebut.”
Rezaian mengatakan tren ini tidak menunjukkan tanda-tanda melambat, setidaknya selama Raisi masih berkuasa.
“Sebagai mantan kepala peradilan Iran, Raisi memiliki catatan buruk dalam melecehkan jurnalis. Pengadilan kemungkinan akan lebih dipersenjatai sebagai alat represi dalam peraturannya.”
Setelah satu tahun penindasan dan keputusasaan, penderitaan rakyat Iran tampaknya tidak akan berakhir—situasi suram yang dibuat oleh pemerintah mereka sendiri.
Penerjemah: Muhajir Julizar
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana
Sumber: Arab News