SAHIH.CO – Seorang pejabat AS telah menyuarakan keprihatinan terhadap larangan kontroversial berjilbab di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi di Negara Bagian Karnataka, India selatan. Hal ini memicu bantahan keras dari New Delhi.
Rashad Hussain, Duta Besar AS untuk Kebebasan Beragama Internasional, mengatakan dalam sebuah twit pada hari Jumat bahwa larangan jilbab akan menstigmakan dan meminggirkan perempuan dan anak perempuan.
“Kebebasan beragama termasuk kebebasan dalam memilih pakaian keagamaan seseorang,” twit Hussain.
“Negara Bagian Karnataka di India seharusnya tidak menentukan boleh atau tidaknya pakaian keagamaan tertentu. Larangan hijab di sekolah melanggar kebebasan beragama dan menstigmakan serta meminggirkan perempuan dan anak perempuan.”
Pada Sabtu, kementerian urusan luar negeri India membalas dengan apa yang disebutnya “komentar motivasi” terhadap masalah internalnya dan menambahkan bahwa kasus itu sedang dalam pemeriksaan pengadilan.
“Kerangka dan mekanisme konstitusional kami, serta etos dan politik demokrasi kami, adalah konteks bagaimana masalah dipertimbangkan dan diselesaikan. … komentar bermotivasi tentang masalah internal kami tidak diterima,” kata Juru Bicara Kementerian Arindam Bagchi.
Perselisihan itu meletus bulan lalu, ketika sekelompok mahasiswa muslim melakukan protes setelah mereka dilarang masuk perguruan tinggi karena mengenakan jilbab. Sejak itu, beberapa perguruan tinggi lain telah menyaksikan protes, baik untuk maupun menentang larangan jilbab, dengan kelompok sayap kanan Hindu yang mengenakan selendang safron mengadakan protes terhadap jilbab.
Reaksi Internasional
Pada Selasa, seorang mahasiswi muslim yang mengenakan jilbab dicemooh oleh sekelompok sayap kanan Hindu di sebuah perguruan tinggi di Negara Bagian Karnataka. Hal itu menimbulkan kemarahan.
Berita itu mendorong pemenang Hadiah Nobel Malala Yousafzai mendesak para pemimpin India agar menghentikan marginalisasi perempuan muslim. “Perguruan tinggi memaksa kita untuk memilih antara studi dan hijab,” twitnya di Twitter, pada Selasa.
Manchester United dan pemain internasional Prancis Paul Pogba juga menyatakan keprihatinannya terhadap wanita muslim di Karnataka, dengam berbagi video di Instagram dengan takarir “Massa Hindutva terus melecehkan gadis-gadis muslim berhijab di perguruan tinggi di India”. Hindutva adalah ideologi supremasi Hindu yang mengilhami Partai Bharatiya Janata (BJP) yang memerintah di India.
Februari lalu, New Delhi bereaksi keras terhadap kicauan penyanyi Rihanna dan aktivis perubahan iklim Greta Thunberg sebagai solidaritas terhadap para petani yang memprotes, dengan mengatakan bahwa para selebriti membutuhkan pemahaman yang tepat tentang masalah ini. Protes petani berlangsung selama satu tahun sampai Pemerintah Modi mencabut tiga undang-undang pertanian—tuntutan utama petani.
Pada tanggal 5 Februari, pemerintah negara bagian selatan yang dipimpin oleh partai Perdana Menteri Narendra Modi, Partai Bharatiya Janata (BJP), melarang pakaian yang mengganggu kesetaraan, integritas, dan ketertiban umum. Pengadilan Tinggi Karnataka pada hari Kamis menangguhkan keputusannya sebagai tanggapan atas petisi yang diajukan oleh sekelompok wanita muslim terhadap larangan hijab.
Panel tiga hakim akan mengadili kasus itu lagi pada Senin untuk memutuskan apakah sekolah dan perguruan tinggi dapat memerintahkan siswa untuk tidak mengenakan jilbab di ruang kelas. Sementara itu, pengadilan telah meminta siswa agar tidak mengenakan jilbab di perguruan tinggi.
Aktivis mengatakan larangan hijab adalah bagian dari agenda antimuslim BJP dan bertentangan dengan konstitusi India, yang menjamin hak beragama bagi setiap warga negara. Sejak Modi berkuasa, serangan terhadap minoritas, khususnya muslim, meningkat.
Sebelumnya, para mahasiswa muslim mengatakan kepada Al Jazeera bahwa keputusan perguruan tinggi itu mengejutkan karena mereka diizinkan menghadiri perkuliahan di perguruan tinggi dengan jilbab mereka, bukan seperti baru-baru ini. Mereka berpendapat bahwa konstitusi mengizinkan orang India mengenakan pakaian pilihan mereka dan menampilkan simbol-simbol agama.
Aktivis dan pemimpin oposisi juga mengkritik Negara Bagian Karnataka karena meloloskan undang-undang antikonversi dan undang-undang antisembelih sapi tahun lalu. Mereka menyebutkan undang-undang itu ditujukan menargetkan orang kristen dan orang muslim.
Penerjemah: Muhajir Julizar
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana
Sumber : Al Jazeera