SAHIH.CO – Sejak awal mula diperingati belasan tahun lalu, peringatan HPSN menjadi salah satu pendorong yang membangun kesadaran publik terkait dengan pengelolaan sampah yang memiliki dampak positif. Peringatan Hari Pengelolaan Sampah Nasional (HPSN) tahun ini hadir dengan tema baru, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengusung tema “Kelola Sampah, Kurangi Emisi, Bangun Proklim”.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (B3) Rosa Vivien mengatakan bahwa tema tersebut menyinergikan tiga program utama KLHK, yaitu pengelolaan sampah, pengendalian perubahan iklim dalam hal pengurangan emisi di program kampung iklim (Proklim), serta Perhutanan Sosial. Dengan begitu, peringatan HPSN diharapkan dapat menjadi panggung yang memperkuat posisi sektor pengelolaan sampah sebagai pendorong dalam mengendalikan dampak perubahan iklim yang diakibatkan oleh sampah dan berkontribusi dalam pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK).
Tragedi Leuwigajah: Potret Buruk Pengelolaan Sampah
Tidak ada yang menyangka kalau TPA Leuwigajah yang menjadi tempat pembuangan sampah akhir Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, dan Kota Bandung akan meledak hebat malam itu. Ledakan tersebut menyebabkan tumpukan sampah sepanjang dua ratus meter dengan tinggi enam puluh meter mengalami longsor sehingga menyapu bersih dua desa sampai hilang dari peta. Peristiwa tersebut juga menyebabkan 157 orang meninggal dunia.
Longsoran sampah diduga terjadi akibat guyuran hujan semalaman yang menyebabkan tumpakan sampah tersebut goyah dan konsentrasi gas metana dari dalam tumpukan sampah yang menyebabkan ledakan hebat sehingga sampah menenggelamkan dua desa yang berjarak satu kilometer dari TPA. Kemudian, untuk mengingat tragedi ang terjadi pada 21 Februari 2005 tersebut, KLHK mencanangkan 21 Februari 2006 sebagai Hari Peduli Sampah Nasional untuk kali pertama.
Mengutip perkataan Presiden Indonesia Solid Waste Association (InSWA) Sri Bebassari saat berbincang dengan Mongabay, ledakan tersebut bisa saja terjadi di seluruh TPA di Indonesia. Hal ini karena mengingat masih banyak TPA di Indonesia yang menggunakan sistem open dumping atau dibuang begitu saja di TPA sehingga sampahnya menggunung dan rawan longsor.
Selain itu, sistem penumpukan sampah begitu saja dapat mengakibatkan gas metana yang terjadi akibat pembusukan sampah terlepas bebas ke udara sehingga selain berpeluang meledak juga menyebabkan efek rumah kaca yang makin memperparah terjadinya pemanasan global. Padahal, sejak kejadian di Leuwigajah, pemerintah terus berbenah dalam hal pengelolaan sampah, di antaranya adalah dengan menerbitkan UU Nomor 18 Tahun 2008 yang melarang pembuangan sampah dengan sistem open dumping yang seharusnya sudah ditinggalkan paling lama lima tahun sejak berlakunya UU tersebut.
Artinya, sejak tahun 2013 silam seharusnya open dumping sudah harus ditinggalkan. Akan tetapi, kenyataannya hingga tahun 2020 terdapat lebih kurang 450 TPA di kota besar yang beroperasi di Indonesia masih menggunakan sistem ini.
Wajah Pengelolaan Sampah Kita
Bagi banyak negara, sampah adalah masalah, tak terkecuali bagi Indonesia yang hingga kini masih terus membenahi pengelolaan sampah yang masih belum baik. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jika dirata-rata, Indonesia menghasilkan 66 juta ton sampah plastik.
KLHK mencatat pada tahun 2020 Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton sampah, dengan catatan yang berhasil dikelola mencapai 55,87% atau 37,8 juta ton. Adapun sisanya 44,13% atau 29,9 juta ton menjadi timbunan sampah karena belum dapat dikelola.
Dari total 67,8 juta ton sampah yang ada, 39,8% di antaranya atau 26,9 juta ton merupakan sampah sisa makanan, 17%-nya atau 11,5 juta ton merupakan sampah plastik. Jumlah sampah plastik yang dihasilkan pada 2020 mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya yang menghasilkan 9 juta ton sampah plastik yang mana diperkirakan sekitar 3,2 juta tonnya adalah sampah sedotan plastik.
Jika diperhatikan dengan saksama, tingkat konsumsi plastik di Indonesia tidak dibarengi dengan daur ulang yang memadai, tingkat daur ulang sampah plastik di Indonesia hanya 6–10%. Artinya, 90% sampah plastik yang dihasilkan tidak terdaur ulang berakhir menumpuk di TPA. Tidak sedikit juga yang berakhir di lautan dan mencemari ekosistem laut kita.
Pada saat yang bersamaan, mengutip dari Kementerian Kemaritiman dan Investasi, setiap tahunnya diperkirakan ada 1,29 juta ton sampah plastik dari daratan yang mencemari perairan Indonesia. Maka dari itu, tidak heran jika dalam sebuah penelitian oleh Dr. Jenna Jambeck dkk. yang dipublikasikan pada 2015 silam mengungkapkan bahwa Indonesia merupakan negara terbesar kedua penghasil sampah plastik ke lautan setelah China. Bukan prestasi yang membanggakan tentunya!
Upaya Pemerintah dalam Perbaikan Pengelolaan Sampah Nasional
Meski masih belum baik, kita harus akui bahwa pemerintah kita terus berbenah dari hulu ke hilir dalam melakukan tata kelola sampah yang kian hari kian menjadi masalah. Pemerintah pusat melalui berbagai regulasi dan gerakan seolah menunjukkan komitmen pemerintah dalam memperbaiki carut-marutnya pengelolaan sampah nasional.
Peristiwa TPA Leuwigajah membuka mata banyak pihak mengenai pentingnya tata kelola sampah yang baik. Bahkan, hingga kini, 17 tahun pasca pencanangan HPSN, berbagai upaya masih terus dilakukan dalam rangka membenahi tata kelola sampah nasional, dari menggalakkan daur ulang, membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PTSa), hingga berbagai upaya membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya tata kelola sampah yang baik melalui beragam kegiatan.
Penulis: Misbahul
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana