Barangkali, nama ibunda Saudah binti Zam’ah tak begitu populer di kalangan masyarakat kini, selain karena kisahnya tak romantis seperti Aisyah yang disukai oleh muda mudi, periwayatan tentangnya juga tak banyak. Namun, sungguh beliau adalah teladan dalam ketaatan dan kesetiaan. Beliau radhiallahu ‘anha termasuk satu di antara Ummahat al-Mukminin yang berhijrah dua kali yaitu ke Habasyah dan Madinah. Selain itu, beliau termasuk sosok yang bahkan ibunda kita Aisyah cintai dan sangat ingin ia tiru.
Biografi Ibunda Saudah
Ia adalah seorang wanita Quraisy, putri Zam’ah bin Qays bin Abdul al-Syams, ayahnya ini merupakan salah satu orang yang punya andil dalam membebaskan Bani Hasyim dari boikot panjang. Ibunya bernama Syamus binti Qays bin Amr. Saudah merupakan salah satu pemeluk Islam generasi awal dan muslim pertama di keluarganya. Karenanya juga suami pertamanya yang bernama Sukran bin Amr memeluk agama Islam.
Pasca adanya perintah hijrah ke Habasyah, Saudah dan suaminya termasuk dalam rombongan hijrah ke Habasyah yang meninggalkan harta bendanya untuk perjalanan melintasi gurun dan membelah laut. Setelah beberapa saat di Habasyah, Sukran bin Amr jatuh sakit yang karena sakitnya ia meninggal dunia.
Sepeninggal suaminya, ia hidup sendirian di tengah keluarganya yang masih musyrik, hingga datang padanya lamaran dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui Khaulah radhiallahu ‘anha, istri dari sahabat yang mulia Utsman bin Mazh’un radhiallahu ‘anhu. Keduanya kemudian hidup dalam pernikahan monogami hingga Rasulullah menikahi ibunda Aisyah radhiallahu ‘anha.
Saudah adalah tipe istri yang menyenangkan suaminya dengan kesegaran candanya. Ibrahim al-Nakha’i menyebutkan bahwa ibunda Saudah biasa membuat Rasulullah tertawa dengan candaannya.
Keutamaan Ibunda Saudah
Ibunda Saudah merupakan seorang yang Allah beri keutamaan dengan dua kali berhijrah, yang pertama ke Habasyah dan kedua ke Madinah. Selain itu, ia juga seorang yang amat dermawan. Pernah pada suatu ketika, saat masa pemerintahan Khalifah Umar, ia mengirimkan sekantung dirham untuk ibunda Saudah. Saat dirham itu tiba, seketika itu pula dirham itu habis karena dibagikan.
Hal lain yang patut diceritakan dari ibunda Saudah adalah ketaatannya kepada Rasulullah. Mengenai hal tersebut, Abu Daud menceritakan pada saat haji wada’ Rasulullah bersabda kepada istri-istrinya, “ini adalah saat haji bagi kalian kemudian setelah ini hendaklah kalian menahan diri di rumah-rumah kalian,” maka sepeninggal Rasulullah, ibunda Saudah selalu di rumahnya dan tidak berhaji lagi hingga hari meninggalnya.
Ibunda Saudah juga termasuk di antara istri-istri Nabi yang menghafal dan menyebarkan sunnah-sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para imam terkemuka semisal Bukhari, Ahmad, dan selainnya meriwayatkan hadis-hadis darinya.
Meninggalnya
Ibunda Saudah meninggal di Madinah pada penghujung masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab tahun 54 Hijriah. Ia mewasiatkan rumahnya untuk ibunda Aisyah sebelum meninggal. Semoga ibunda Saudah diridai oleh Allah dan memberikannya balasan berupa kebaikan.
Penulis: Misbahul
Editor: Arif Rinaldi