Dahulu, ia adalah wanita intelektual terbaik, bahkan hingga kini dan masa depan nanti, takkan pernah ada yang dapat sebanding dengannya dalam hal keilmuan, dari kalangan wanita. Demikianlah Az-Zuhri melukiskan pada kita tentang betapa cerdasnya ibunda kita Aisyah radhiallahu ‘anha.
Tak hanya cerdas, ibunda Aisyah juga memiliki banyak keutamaan lainnya. Di antaranya, saat ada tuduhan keji dari sekelompok kaum munafik untuknya, Allah menurunkan wahyu untuk membersihkan namanya, Aisyah tak begitu, tegas ayat. Selain itu, ibunda Aisyah juga manusia yang paling dicintai oleh Nabi.
Jadi, keutamaan ibunda Aisyah datang dari banyak sisi dan sudah seharusnya hal tesebut diketahui, mulai dari keilmuannya, nasabnya, dan lainnya. Kisahnya juga komplet dan menceritakan banyak sisi, mulai dari keteguhan, kesungguhan, hingga keberanian. Jadi, tak hanya berisi soal romantisme kejar-kejarannya dengan Nabi saja.
Nama dan Nasabnya
Ia adalah Aisyah binti Abdullah bin Utsman bin Amir bin Amru bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab. Nasabnya dan Nabi Muhammad bertemu pada Murrah bin Ka’ab. Bagi yang tidak mengetahui, Abdullah adalah nama sebenarnya dari Abu Bakar dan Utsman adalah nama sebenarnya dari Abu Quhafah.
Adapun ibunya bernama Ummu Rumman binti Amir bin Uwaimar bin Abdi Syams bin Itab bin Adzinah bin Subai’ bin Dahman bin Haris bin Ghanam bin Malik bin Kinanah. Ummu Rumman adalah istri kedua dari Abu Bakar, darinya Abu Bakar memperoleh dua anak, yaitu Abdurrahman dan Aisyah.
Aisyah lahir 9 tahun sebelum hijrah. Kunyahnya adalah Ummu Abdullah dan digelari dengan al-Shidqiyah. Rasulullah memanggil beliau dengan sebutan Humaira. Adapun kita, mengenal beliau sebagai salah satu dari Ummahatul Mukminin (Ibu dari orang-orang beriman).
Sejak kecil, Aisyah sudah hidup di tengah cahaya keislaman dan tak tersentuh budaya jahiliyah, ia menuturkan “Aku belum berusia baligh ketika kedua orang tuaku sudah memeluk Islam.”
Menikah dengan Rasulullah
Dari riwayat-riwayat telah jelas bahwa Rasulullah menikahi Aisyah pada usia 6 tahun dengan mahar 12 uqiyah dan satu nasy (setengah uqiyah) atau setara dengan 500 dirham dan berumah tangga saat usianya mencapai 9 tahun. Tak ada keraguan tentang hal tersebut dan juga tak terdapat celaan padanya.
Baca juga: Khadijah: Teladan Sepanjang Zaman
Sudah tentu jika hal tersebut merupakan hal tercela, para musuh Allah saat itu yang sekaliber Abu Lahab, Abu Jahal, atau bahkan pembesar kaum munafik pada masa itu, akan menjadikan hal tersebut sebagai bahan celaan. Namun, sejauh apapun kita telaah, tak ada riwayat-riwayat tentang celaan tersebut.
Tapi, barang jadi orang-orang yang mencela hal tersebut di masa kini, mungkin permusuhannya kepada Allah dan rasul-Nya lebih tinggi daripada Abu Lahab dan kawan-kawannya.
Keutamaannya
- Aisyah adalah pilihan Allah untuk Nabi-Nya
Imam Tirmidzi menuturkan dalam sebuah hadis bahwa pada suatu hari, Jibril datang pada Nabi dan menampakkan gambar Aisyah pada secarik kain sutra berwarna hijau seraya berujar “ia adalah calon istrimu kelak di dunia dan di akhirat.” Dengan kata lain, dari sekian wanita, Allah telah memilih Aisyah untuk menjadi pendamping yang akan menjadi pelipur lara dan penyejuk mata bagi Nabi dalam mengarungi medan dakwah yang tidak mudah.
- Aisyah adalah satu-satunya wanita yang Nabi nikahi dalam keadaan gadis
Dalam sebuah riwayat, Ibunda kita, Aisyah menceritakan kepada kita tentang nikmat yang Allah berikan padanya, “aku diberikan sembilan hal yang tidak diberikan kepada siapapun setelah Maryam. (1) Jibril telah menunjukkan gambarku ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan untuk menikahiku, (2) beliau menikahiku tatkala aku masih gadis, (3) beliau meninggal dunia saat kepalanya ada dalam dekapanku dan kuburannya ada di rumahku, (4) para malaikat menaungi rumahku, (5) Al-Qur.’an turun sedang aku dan beliau berada dalam satu selimut, (6) aku adalah putri terkasih dan sahabat terdekatnya, (7) pembelaan kesucianku turun dari atas langit, (8) aku dilahirkan dari dua orang tua yang baik, (9) aku dijanjikan dengan ampunan dan rezeki yang mulia.”
- Aisyah adalah kecintaan Rasulullah
Syaikhain telah meriwayatkan sebuah hadis mengenai sahabat yang mulia, Amr bin ‘Ash yang pada suatu ketika bertanya pada Baginda Nabi, “wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling engkau cintai?” Beliau menjawab “Aisyah” kemudian ia bertanya lagi “(kalau) dari kalangan laki-laki?” Baginda Nabi kemudian menjawab “bapaknya.”
Dalam sebuah riwayat lain, Imam Muslim menceritakan kepada kita bahwa dahulu pada hari pernikahan Aisyah, orang-orang berusaha memberikan hadiah terbaik dalam rangka mengharapkan keridaan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka, mencintai ibunda Aisyah adalah salah satu bentuk kecintaan pada Nabi dan mencela serta membenci Ibunda Aisyah adalah bentuk dari perbuatan menyakiti Nabi shallallhu ‘alaihi wasallam.
- Aisyah adalah wanita yang dibela kesuciannya oleh Allah
Pasca Perang Bani Musthaliq, sekelompok munafik membuat gaduh kota Madinah dengan tuduhan keji atas ibunda Aisyah. Kata mereka, ibunda Aisyah telah berzina dengan sahabat yang mulia, Shafwan. Tuduhan keji itu menyebar ke seantero Madinah, kala Madinah dirasa sudah gelap gulita, tak tahu kemana hendak mengadu selain kepada Allah. Saat itulah Allah menurunkan beberapa ayat dari surat an-Nur sebagai pembelaan atas ibunda kita Aisyah radhiallahu ‘anha. Maka, siapapun yang menuduh ibunda kita dengan tuduhan keji pasca turunnya ayat tersebut, kafirlah ia sebab mengingkari ayat-ayat Allah.
Sangat banyak lagi keutamaan ibunda Aisyah radhiallahu ‘anha yang takkan habis pembahasannya. Sungguh ia adalah sebaik-baik teladan bagi wanita muslim jika memang mereka mencari teladan.
Ulamanya Para Sahabat
Barangkali, tak banyak yang mengetahui bahwa ibunda Aisyah adalah satu di antara tujuh sahabat dengan periwayatan hadis terbanyak. Ibnu Sa’ad dalam Thabaqatnya mencatat bahwa setidaknya ada 700 perawi wanita yang pernah ada, dan ibunda kita Aisyah menempati peringkat pertama di antara mereka. Beliau radhiallahu ‘anha meriwayatkan 2.210 hadis, lebih banyak daripada jumlah hadis yang diriwayatkan oleh al habr al-ummah (tintanya umat ini) dan imamul mufassir Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma.
Oleh karenanya, ia kerap dijadikan rujukan utama terkait dengan hadis dan permasalahan hukum. Abu Musa al-Asy’ari bahkan mengatakan bahwa kebingungan para sahabat tentang suatu hadis kerap kali dapat terentaskan apabila bertanya pada ibunda Aisyah.
Tidak hanya persoalan hadis. Masruq, salah seorang tabiin senior menyebutkan bahwa ia kerap kali melihat para pembesar di kalangan sahabat sering bertanya banyak hal pada ibunda Aisyah. Urwah juga menambahkan bahwa ibunda Aisyah pun seorang pakar di bidang kedokteran, fikih, dan syair. Abdul Baar bahkan menambahkan bidang tafsir dan nasab ke dalam bidang ilmu yang dikuasai Aisyah.
Jadi, ibunda kita adalah ulama lintas bidang keilmuan yang rasikh pada tiap bidangnya. Ditambah lagi, ia adalah seorang yang lancar menyampaikan ilmunya dan fasih lisannya. Ahnaf bin Qais bahkan menyebutkan ibunda Aisyah lebih fasih dan lancar daripada Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali radhiallahu ‘anhum ajma’in.
Atas seluruh kepakaran yang dimiliki ibunda kita, maka tak heran jika Az-Zuhri merangkumnya dalam sebuah kalimat, “Andaikata semua ilmu yang dimiliki wanita-wanita dikumpulkan, tentu belum dapat menandingi ilmu yang dimiliki oleh Aisyah.”
Semoga Allah meridai ibunda kita, Aisyah dan menganugerahkan kepada kita kecintaan terhadap beliau radhiallahu ‘anha.
Penulis: Misbahul
Editor: Arif Rinaldi