Meski sempat viral, Binomo nyatanya hanya satu dari 1.222 domain situs perdagangan berjangka komoditi tanpa izin yang telah diblokir Kominfo. Di samping seribuan situs tersebut, Loot Box justru tidak tersentuh dan kurang diberi perhatian. Padahal, dampak dari Loot Box lebih menyeramkan dan merusak karena menyasar anak-anak kita.
Mengutip dari Macmillan Dictionary, Loot Box didefinisikan sebagai “in gaming, a kind of in-game purchase where players don’t know what is in a box until they have bought it” (istilah dalam gim, semacam pembelian di dalam gim, di mana para pemain tidak mengetahui apa isi di dalam (sebuah) kotak hingga mereka telah membelinya).
Di samping itu, Dr Indrawan Nugroho dalam akun youtube pribadinya mendefinisikan Loot Box sebagai benda (item) virtual yang tersebar secara random di sebuah game dimana pemain dapat membeli atau mendapatkannya melalui aktivitas permainan. Benda virtual itu bisa berupa kosmetik seperti skin atau pakaian unik untuk karakter sang pemain. Atau bisa juga berupa senjata baru yang sangat powerfull (kuat) sehingga dapat memutarbalikkan keadaan si pemain. Semakin langka sebuah benda, maka semakin dicari keberadaannya oleh para pemain.
Loot Box telah menjadi metode monetisasi gim. Bahkan perusahaan gim, Electronic Arts yang bermarkas di Redwood City, California, mengumumkan dalam laporan keuangannya tahun 2021 bahwa Loot Box telah menyumbang 29% dari total pemasukan perusahaan dengan nilai total 1,62 miliar USD atau setara dengan 23,3 triliun rupiah dari total pendapatan berjumlah 5,63 miliar USD atau sekitar Rp80,4 triliun.
Sebuah kajian yang diterbitkan oleh Addictive Behaviors menyebutkan bahwa perilaku yang ditunjukkan oleh pemain yang terobsesi pada Loot Box memiliki kemiripan yang lebih dekat dengan permasalahan yang dimiliki oleh pejudi dibandingkan dengan permasalahan yang dimiliki oleh gamers.
Dr. David Zendle, Peneliti dari York St John University juga mengatakan bahwa, “Menghabiskan uang untuk Loot Box berhubungan dengan perilaku bermasalah seorang pejudi. Semakin banyak uang yang dihabiskan, semakin bermasalah dia.“
Setelah pemerintah Belgia menetapkan peraturan bahwa Loot Box pada gim sebagai produk perjudian pada April 2018 silam, kini pemerintah Inggris juga mengarah pada penetapan peraturan yang serupa.
Melansir dari nawalakarsa, Badan Kesehatan Nasional Inggris (National Health Service/NHS) bertindak tegas untuk mencegah tanda-tanda anak di bawah umur diperkenalkan pada ranah perjudian, dengan cara melarang penjualan segala macam bentuk Loot Box kepada anak di bawah umur.
Loot Box adalah komoditas spekulatif, yang mendorong anak-anak untuk mengandalkan peruntungan. Komisaris anak-anak Inggris, Anne Longfield menyatakan keprihatinannya terkait jumlah uang yang dikeluarkan anak-anak dan bahayanya jika terus menghabiskan uang untuk mendapatkan peralatan yang diinginkan layaknya seorang penjudi yang mengejar kerugian.
Hasil penyelidikan dari NHS menemukan berbagai kasus anak di bawah umur yang sengaja menghabiskan uang orangtuanya tanpa persetujuan karena kecanduan terhadap pembelian Loot Box. Salah satunya adalah seorang remaja berusia 15 tahun yang menghabiskan £1000 (sekitar Rp 17,8 juta) untuk pembelian benda tersebut di sebuah gim bola basket.
Langkah-langkah yang bisa dilakukan berbagai perusahaan gim terkait dengan Loot Box antara lain; melarang penjualan gim dengan elemen tersebut yang menyebabkan anak di bawah umur rentan diperkenalkan kepada ranah perjudian, memperkenalkan konsep pembelian (dalam gim) yang lebih realistis dan seimbang untuk mencegah pemain menghabiskan banyak uang, memperjelas jumlah persentase kesempatan untuk mendapatkan suatu barang (item) kepada pemain sebelum membeli Loot Box, dan memberi dukungan kepada orang tua terkait dampak buruk transaksi dalam gim (in-game purchase).
Terkait dengan penanganan kecanduan gim, NHS telah membangun 14 klinik penanganan kecanduan terhadap perjudian baru di seluruh negeri. Hal tersebut dilakukan sebagai bagian dari investasi jangka panjang NHS untuk penanganan kesehatan mental dengan biaya sebesar £2,3 milyar (sekitar Rp40,8 triliun) dalam waktu 5 tahun ke depan.
Penulis: M. Haris Syahputra
Editor: Arif Rinaldi