Islam itu unik karena bersanad dan tak lekang oleh waktu.
Tokoh pembaharuan yang tulus adalah pejuang untuk tujuan mulia Islam ini. Dan, “ …Allah pasti akan menolong orang-orang yang membela-Nya… ” (Qur`an, 22:40).
Namun, kata “reformasi” menimbulkan kerancuan dalam wacana keislaman dalam konteks Bahasa Inggris.
Hal ini sering diterjemahkan dalam Bahasa Arab sebagai ashlaha dan memiliki turunan dalam Qur`an (Qur`an, 11:88). Ini jelas positif. Namun, dalam Bahasa Inggris, kata “reform” diasosiasikan dengan kesesatan yang ingin mengubah Islam menjadi produk sekuler liberal. Muslim yang lurus menolak “reformasi” ini, yang tidak lebih dari sinonim untuk memodernisasi agama.
Nabi Muhammad dengan jelas melaknat hal-hal baru yang dalam agama (ibadah) yang tidak memiliki dasar dalam Islam:
‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan:
Rasulullah (ﷺ) bersabda, “Barangsiapa mengada-adakan sesuatu dalam urusan agama kami yang tidak ada dasarnya, maka ia tertolak”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Istilah Islam untuk pengada-adaan yang tertolak adalah bid’ah. Ini termasuk pengenalan pemahaman tentang narasi otentik. Ini dapat dikaitkan dengan teologi inti seperti sifat-sifat Allah, atau praktik sehari-hari seperti hijab dan riba (riba/bunga). Semua muslim harus mengikuti pemahaman tiga generasi paling awal dalam Islam. Dan, setiap aturan kontemporer harus didasarkan pada pemahaman itu.
Pengertian Reformasi dalam Islam
Muncul kata jaddada dan turunannya yujaddidu yang diterjemahkan sebagai “pembaharuan” dalam hadis berikut :
Nabi (ﷺ) bersabda:
“Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini pada setiap penghujung seratus tahun seseorang yang memperbaharui agamanya” (Sunan Abi Daud).
Nah, inilah hadis yang sering disalahartikan.
Ada konsensus di antara para ulama bahwa Umar Ibn Abd Al-Aziz dan Imam Syafii termasuk di antara para pembaharu tersebut. Ini adalah referensi yang kuat bagi mereka yang bercita-cita untuk memperbarui dan menghidupkan kembali. Kedua pembaharu tersebut berakar pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Beberapa kaum modernis dengan lucu mengeklaim Muhammad Abduh, pasangan kolonial Inggris, masuk di antara para pembaharu ini. Dia adalah pria yang diduga sebagai kontributor rahasia The Liberation of Women karya Qasim Amin, sebuah karya yang jelas-jelas anti-Islam yang menyerukan revolusi feminis di negeri-negeri muslim. Ini jauh dari apa yang dimaksud Nabi dengan pembaharuan dan kebangkitan.
Ahmad Al-Sayed memiliki kuliah yang mendetail tentang hadis tersebut di atas. Ia menyatakan bahwa pembaharuan dalam konteks Islam berarti mengembalikan agama pada posisi superioritas aslinya dalam kehidupan umat Islam. Ini juga membutuhkan penghapusan kepalsuan dan hambatan lainnya.
Pada intinya, keyakinan Islam tentang tauhid dan penyerahan diri kepada Allah adalah sama sejak penciptaan Adam. Namun, penyimpangan yang muncullah yang membutuhkan penugasan para nabi secara berkala. Demikian pula, di masa sekarang, itu adalah bentuk-bentuk baru skema setan yang memerlukan taktik pertahanan dan pembaharuan oleh muslim yang saleh.
Dalam konteks kebebasan perempuan, para pembaharu yang benar tidak akan meminta perempuan yang tertindas untuk mencari haknya yang bergesekan dengan laki-laki. Ini bertentangan dengan ajaran Islam yang jelas. Sebaliknya, mereka yang dianggap sebagai pembaharu harus menuntut negara untuk menyediakan perempuan yang benar-benar tertindas atau memaksa wali untuk memenuhi kewajiban mereka.
Umar Ibnu Abd Al-Aziz biasa mengirim orang untuk mencari mereka yang membutuhkan dana untuk pernikahan. Ini adalah pembaharuan dan kebangkitan sejati. Namun, para pemimpin reformis modern hanya semakin diperbudak korupsi. Sementara itu, pembaharu yang benar berada di balik jeruji besi.
Kita Masih Membutuhkan Reformator
Saya tidak percaya kata bahasa Inggris “reformer” berguna. Kata Qur’an adalah mushlih (tunggal) atau mushlihun (jamak). Mushlihun belum tentu ahli renovasi. Mereka adalah orang-orang yang pada dasarnya “memperbaiki atau meningkatkan” sesuatu. Topik yang disebutkan dalam Qur`an termasuk keuangan anak yatim (2:220), perselisihan pernikahan (4:35), penentangan terhadap korupsi di Bumi (7:56), dan banyak lagi.
Contoh paling penting dari ishlah adalah yang dilakukan oleh para nabi dan pengikut mereka (Qur`an, 11:88) . Mereka itulah muslihun sejati. Mereka secara aktif mengajak orang lain ke dalam bimbingan Allah, dan inilah yang masih kita butuhkan saat ini. Akan selalu ada kebutuhan bagi mereka yang hendak memancang kembali superioritas Islam dalam kehidupan masyarakat.
Namun, siapa pun yang berjalan di atas jalan itu akan diperangi oleh setan dan pasukannya yang lengkap.
“Dan demikianlah untuk setiap Nabi Kami jadikan musuh yang terdiri dari setan-setan dari kalangan manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan. Dan kalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak akan melakukannya, maka biarkanlah mereka bersama apa (kebohongan) yang mereka ada-adakan.” (Qur’an, 6:112).
Jika Anda berkomitmen tinggi untuk tujuan itu, Allah telah menetapkannya dengan jelas untuk Anda. Kehidupan duniawi ini tidak akan pernah lepas dari rasa sakit, tetapi apa yang dilakukan demi Allah, akan diberi balasan.
Apa yang Anda Butuhkan sebagai Reformator di Tahun 2020-an
Sebagai seorang muslim, Anda pada dasarnya membutuhkan apa yang dibutuhkan oleh para pendahulu kita 1.400 tahun yang lalu.
Sarana ishlah secara alami berubah seiring waktu. Namun, karakter yang dibutuhkan seorang muslim pada dasarnya serupa.
Al-Qur’an telah menguraikan tentang pemeliharaan spiritual mushlihun daripada menyebutkan cara-cara khusus ishlah . Ini adalah argumen yang menjadi dasar Ahmed Al-Sayed atas rangkaian renungan Al-Qur’an yang membuka mata yang ditujukan kepada mushlihun.
Artikel ini menyoroti beberapa pesan Al-Qur’an yang disebutkan dalam beberapa video pertama di Surat Ali-Imran. Saya akan merekomendasikan untuk menonton serial ini sendiri karena Al-Sayed menjelaskan detail sejarah dan geografis pertempuran Uhud, yang menambah kedalaman narasi.
Peperangan dengan kepalsuan belum berakhir sejak setan memulainya melawan Adam dan keturunannya. Oleh karena itu, apa yang Allah sampaikan kepada para pejuang awal selalu relevan bagi setiap muslim.
1. Hormatilah Ilmu Allah pada Tiap Detail Langkahmu
“Dan (ingatlah), ketika engkau (Muhammad) berangkat pada pagi hari meninggalkan keluargamu untuk mengatur orang-orang beriman pada pos-pos pertempuran. Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.” (Qur’an, 3:121).
Kita semua secara teoretis tahu bahwa Allah Maha Mendengar dan Mengetahui, tetapi tujuan Al-Qur’an adalah untuk membangkitkan sensasi nyata dari makna-makna tersebut. Hal ini karena efektivitas upaya spiritual bergantung pada kekuatan iman. Allah secara khusus menyebutkan waktu dalam suatu hari dan orang-orang yang ditinggalkan Nabi. Rincian persiapan perang itu sudah diperhitungkan oleh Allah, meski ternyata menjadi tragedi bagi umat Islam.
2. Keteguhanmu Tergantung Ketakwaanmu kepada Allah (Tawakkul)
“Ketika dua golongan dari pihak kamu ingin (mundur) karena takut, padahal Allah adalah penolong mereka. Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal.” (Qur’an, 3:122).
Setelah tentara muslim berbaris menuju medan perang, dua kelompok orang beriman bermaksud untuk kembali ke Madinah mengikuti Abdullah bin Ubay, orang munafik. Allah menyatakan bahwa jika bukan karena kesertaan-Nya, mereka akan tergelincir ke dalam perangkap itu. Secara intrinsik, ini adalah kesaksian ilahi untuk iman mereka. Diriwayatkan bahwa Jabir bangga dengan ayat ini, meskipun itu menunjukkan kesalahan baginya dan kaumnya.
Ini adalah keberpihakan ilahi tingkat tertinggi yang harus kita tuju. Itu yang melindungi Nabi Yusuf dari jatuh ke perbuatan Zina (Qur’an, 12:24). Dan, dalam tahajud (salat tengah malam), itulah yang seharusnya muncul dalam pikiran kita ketika kita berdoa kepada Allah.
Selain itu, jika Anda mencari orang di tim Anda, ini adalah kualitas yang harus Anda lacak dalam karakter mereka. Seberapa sering mereka menghubungkan pencapaian mereka dengan Allah dalam pembicaraan mereka? Carilah peristiwa kehidupan yang mencerminkan hidayah dan perlindungan Allah agar tidak terjerumus ke dalam dosa.
Segala usaha sia-sia tanpa dukungan Allah. Yang terbaik adalah mendapatkan dukungan itu dengan menyiapkan para lelaki yang tulus untuk peran-peran ishlah .
3. Ingatlah Nikmat Allah di Masa Lalu
“Dan sungguh, Allah telah menolong kamu dalam perang Badar, padahal kamu dalam keadaan lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, agar kamu mensyukuri-Nya.” (Qur’an, 3:123).
Itu adalah pesan Qur`an yang sangat sering disebutkan. Pada saat-saat sulit, orang-orang beriman diingatkan akan hari-hari kemudahan sebelumnya. Ini menanamkan kembali keyakinan pada kemampuan Allah untuk mengubah situasi apa pun menjadi keuntungan kita terlepas dari kemampuan kita. Mensyukuri nikmat membutuhkan usaha. Dalam konteks ini, Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk bertakwa kepadanya dengan tetap tabah setelah kekalahan di Uhud.
4. Alat adalah Sarana yang Tidak Menjamin
“Dan Allah tidak menjadikannya (pemberian bala-bantuan itu) melainkan sebagai kabar gembira bagi (kemenangan) kamu, dan agar hatimu tenang karenanya. Dan tidak ada kemenangan itu, selain dari Allah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (Qur’an, 3:126)
Ayat 124 dan 125 menyebutkan bantuan oleh malaikat yang ditunjuk di medan perang. Namun, dalam ayat berikutnya, Allah menegaskan bahwa dukungan ajaib tersebut bukanlah alasan untuk kemenangan. Tidak ada pengetahuan, senjata, atau tentara yang akan membawa kemenangan tanpa dukungan Allah. Al-Qur’an memastikan bahwa orang yang beriman tetap melekat pada Pencipta mereka terlepas dari keadaannya.
5. Hasilnya Serahkan kepada Allah
“Itu bukan menjadi urusanmu (Muhammad) apakah Allah menerima tobat mereka, atau mengazabnya, karena sesungguhnya mereka orang-orang zalim.” (Qur’an, 3:128).
Mushlihun tidak memiliki suara dalam rencana Allah. Semua orang tidak memiliki suara dalam bagaimana Dia merencanakan hidup mereka. Orang yang tidak setia akan mengeluh atau menolak untuk menerima keputusan Allah, dan tetap saja, itu semua tidak mengubah apa pun.
Orang-orang beriman memiliki ciri khas karena mereka dengan tulus tunduk kepada Allah. Jika semua kerja keras kita tidak membuahkan hasil, kita masih harus berusaha sampai Allah menghendaki perubahan. Terserah Allah untuk menunjukkan kepada kita hasil pekerjaan kita, atau mengambil nyawa kita sebelum kita melihat cahaya.
Dalam Ayat itu, Allah memberikan kemungkinan untuk mengampuni mereka yang telah membunuh orang-orang beriman dalam pertempuran. Mari kita ingat bahwa Nabi Muhammad kehilangan paman tercinta Hamzah pada hari itu. Namun, Allah mengampuni beberapa orang kafir dan menetapkan mereka masuk ke dalam Islam. Di antara mereka adalah Khalid bin Al-Walid, yang kemudian menjadi salah satu pejuang dan jenderal Muslim yang paling penting dan sukses, semoga Allah meridainya.
6. Kesalehan Sehari-hari Diperlukan untuk Ketabahan di Medan Perang
“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.” (Qur’an, 3:130)
Di tengah-tengah Ayat yang menceritakan perang Uhud, ayat 130-135 membahas masalah-masalah kemasyarakatan yang dimulai dengan riba (bunga). Ini adalah medan perang harian dari ujian berkelanjutan. Dan, bertawakal kepada Allah di medan-medan itu berkontribusi pada kemenangan melawan musuh di medan perang.
7. Temukan Ketenangan dalam Kisah Mushlihun Sebelumnya
“Sungguh, telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunnah (Allah), karena itu berjalanlah kamu ke (segenap penjuru) bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (Qur’an, 3:137).
Itu adalah pesan lain dari Qur`an yang sering disebutkan. Allah mengingatkan orang-orang beriman bahwa mereka bukanlah orang pertama yang mengalami kesulitan. Kita diarahkan untuk menemukan penghiburan dalam kisah-kisah orang-orang yang telah berjuang sebelum kita untuk Allah. Pesan ini jauh lebih efektif daripada hanya berbicara tentang harapan dan pahala di akhirat. Secara berkala, Al-Sayed membagikan cuplikan kegiatan siswa mudanya untuk mengangkat aspirasi rekan-rekan mereka di luar video gim.
8. Cobaan Itu Memang Dimaksudkan
“Jika kamu (pada Perang Uhud) mendapat luka, maka mereka pun (pada Perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan agar Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan agar sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang zalim.” (Qur’an, 3:140)
Baik kemudahan maupun kesulitan telah ditentukan oleh Allah. Ujian menyingkap kemunafikan. Dan bagi orang-orang yang beriman, derita mereka adalah jalan yang direncanakan Allah untuk menuju derajat yang lebih tinggi di akhirat.
Secara inklusif, konflik dengan musuh memang seharusnya terjadi.
“… Demikianlah, dan sekiranya Allah menghendaki niscaya Dia membinasakan mereka, tetapi Dia hendak menguji kamu satu sama lain …” (Al-Qur’an, 47:4).
Oleh karena itu, mohon berhentilah mencoba mencari jalan tengah dengan orang-orang yang hanya menunjukkan permusuhan. Dunia ini bukan jannah. Berjuang adalah bagian dari kenyataan, jadi berjuanglah untuk tujuan yang baik. Jika tidak, kita akan berebut dalam hal politik, sepak bola, dan omong kosong lainnya. Bukankah ini sudah terjadi?
9. Prinsip (Nilai) Tidak Bergantung pada Pengembannya
“Dan Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya telah berlalu beberapa Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa berbalik ke belakang, maka ia tidak akan merugikan Allah sedikit pun.” (Al-Qur’an, 3:144).
Selama pertempuran, ketika desas-desus kematian Nabi menyebar, beberapa orang beriman kehilangan iman. Ini adalah penyalahan Allah kepada mereka. Sekali lagi, rasa syukur di sini menyiratkan sebuah sikap, yaitu tetap tabah dalam pertempuran.
Bertahun-tahun kemudian, ini adalah Ayat yang dibacakan Abu Bakar setelah kematian Nabi. Umar bin Al-Khattab benar-benar menyangkal kenyataan sampai dia mendengar bacaan itu.
“… Barang siapa menyembah Muhammad, maka Muhammad telah mati, tetapi barang siapa menyembah Allah, maka Allah hidup dan tidak akan mati …”, kata Abu Bakar.
10. Salahkan Dirimu, Bukan Keadaannya
“Dan mengapa kamu (heran) ketika ditimpa musibah (kekalahan pada Perang Uhud), padahal kamu telah menimpakan musibah dua kali lipat (kepada musuh-musuhmu pada Perang Badar), kamu berkata, “Dari mana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah, “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri.” Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Qur’an, 3:165).
Ketidaktaatan orang-orang beriman telah disebutkan sebelumnya dalam ayat 152. Pernyataan “Ini dari dirimu sendiri” adalah inti dari seluruh rangkaian perenungan Al-Qur’an ini.
Allah tidak menyalahkan orang-orang beriman atas pilihan senjata yang salah atau lokasi medan perang. Dia menyalahkan mereka atas apa yang ada di hati mereka dari keinginan duniawi, takut musuh, dan memprioritaskan hidup mereka sendiri di atas Nabi. Ketika hal-hal tidak berjalan seperti yang Anda inginkan, pertanyakan apa yang ada di hati Anda.
Mushlihun yang paling tulus akan meminta pengampunan kepada Allah di tengah rasa sakit yang mereka tanggung demi-Nya. Dalam Surat yang sama, Allah meriwayatkan kata-kata pejuang yang tulus dengan nabi-nabi sebelumnya.
“Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada doa mereka selain ucapan: “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami, dan tetapkanlah pendirian kami dan tolonglah kami dari kaum yang kafir.” (Qur’an, 3:146-147).
11. Tingkat Kesabaran Tergantung Iman
“Kemudian setelah kamu ditimpa kesedihan, Dia menurunkan rasa aman kepadamu (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu, sedangkan segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka berkata, “Adakah sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan ini?” Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya segala urusan itu di tangan Allah.” Mereka menyembunyikan dalam hatinya apa yang tidak mereka terangkan kepadamu. Mereka berkata, “Sekiranya ada sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini.” Katakanlah (Muhammad), “Meskipun kamu ada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditetapkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh.” Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Dan Allah Maha Mengetahui isi hati.” (Qur’an, 3:154).
Yang paling setia adalah yang paling banyak diuji. Namun, karena mereka didasari oleh kekukuhan, mereka diberkati dengan kedamaian hati.
Ayat tersebut menyebutkan bahwa mereka yang peduli terhadap diri mereka sendiri (bukan Islam) dicabut dari berkah ini. Kekhawatiran duniawi melemahkan kesabaran. Seorang mukmin juga tahu bahwa pertempuran tidak membuat kematian semakin dekat.
Di saat-saat sulit, hadiah terakhir Anda adalah sakinah (keheningan/ketenangan). Renungkan enam ayat yang menyebutkan kata kunci ini dalam Al-Qur`an. Mereka semua prihatin dengan cobaan masalah. Ibnu Taimiyah juga memiliki situasi pribadi yang spesifik dengan ayat tersebut. Dia mungkin orang pertama yang melabeli ayat-ayat tersebut sebagai ayat sakinah.
Pesan Lainnya
Rangkaian perenungan Al-Sayed tidak berakhir di sini. Dan, pesan Al-Qur’an tidak berakhir di akhir serinya. Ini adalah obat yang dibutuhkan setiap muslim. Jadi, ambil Al-Qur`an dan bersiaplah, karena ini adalah pertempuran yang sedang berlangsung.
“Wahai orang-orang yang beriman! Sabar, tabah, istiqamah, dan bertakwa kepada Allah, agar kamu beruntung.” (Qur’an, 3:200).
Penulis: Ms. Verses
Penerjemah: Muhajir Julizar
Editor: Nauval Pally Taran
Sumber: Muslim Skeptic