Seorang kerabat Iran mendengar saya berbicara dengan anak-anak dalam bahasa Arab dan berkomentar,
“Kamu tahu, Bahasa Inggris adalah bahasa masa depan! Itu bahasa sains! Ketika anak-anak ini tumbuh dan mendapatkan pekerjaan, itu semua dalam Bahasa Inggris. Saya tidak benar-benar tahu apakah mereka membutuhkan Bahasa Arab, atau Bahasa Persia! Apa gunanya?”
Sayang, itulah mentalitas sebagian umat Islam saat ini. Itu adalah mentalitas pecundang, sisa-sisa efek kolonialisme dan rasa rendah diri yang dimiliki sebagian muslim.
Dengan semampu saya (insyaallah), saya menolak untuk membesarkan manusia yang memiliki bawaan seperti itu.
Tujuan saya adalah untuk membesarkan seorang muslim yang kuat dan bangga, yang sangat setia kepada Islam, dengan keyakinan penuh pada agama mereka dan identitas mereka sebagai muslim.
Bahasa Inggris adalah bahasa yang berguna, jadi kami mempelajarinya. Kami menambahkannya ke repertoar bahasa kami seperti Anda menambahkan resep ke buku resep Anda, atau seperti menambahkan alat lain ke kotak peralatan Anda. Itu bukan satu-satunya resep, juga bukan satu-satunya alat.
Itu salah satu dari banyak hal. Itu bukan satu-satunya, atau bahkan bukan yang terbaik.
Dalam Bahasa Arab, kita memiliki pepatah,
“Barangsiapa yang mempelajari bahasa suatu kaum, maka ia aman dari muslihat mereka.”
Ketika Anda mempelajari bahasa suatu masyarakat, Anda juga mempelajari budaya mereka, pola pikir mereka, nilai-nilai mereka, dll. Itu sangat berguna untuk kita memiliki navigasi atas masyarakat itu.
Akan tetapi, beberapa muslim mengambil Bahasa Inggris, bersama dengan budaya, paradigma, dan mentalitas yang menyertainya, dan mengadopsi semuanya secara keseluruhan. Mereka menginternalisasi cara berpikir dan lanskap budaya itu dan menggunakannya untuk menggantikan apa yang mereka miliki, sepenuhnya. Bahasa asli negara mereka dan orang-orangnya tersesat di bawah hegemoni Bahasa Inggris baru yang kilap ini.
Mereka tidak menyadari kehilangan yang telah mereka derita. Konsep yang hanya ada dalam bahasa aslinya menjadi hilang. Seluruh cara berpikir telah menjadi usang. Kata-kata yang tidak ada padanannya dalam Bahasa Inggris telah dibuang begitu saja ke tong sampah.
Orang-orang ini tidak memiliki keinginan untuk menjadi bilingual. Mereka tetap satu bahasa. Alih-alih berbicara dalam dua bahasa, mereka masih hanya berbahasa satu: Bahasa Inggris. Bahasa aslinya diganti dengan Bahasa Inggris.
Seringkali, orang-orang muslim ini akan menggunakan kefasihan mereka yang sempurna dalam bahasa Inggris dan kebutaan huruf mereka terhadap bahasa Urdu/Arab/Turki/Bangla/Persia untuk menggambarkan kemajuan mereka, keunggulan mereka, dan keuntungan mereka atas muslim “terbelakang” provinsi lainnya yang hanya berbicara dengan bahasa rumah (bahasa asal). Mereka melihat ke bawah pada muslim kecil yang malang yang masih berbicara dalam bahasa kuno yang tertinggal, menganggap diri mereka sebagai muslim liberal yang tercerahkan dan berpendidikan yang hampir tidak memiliki ikatan dengan Islam.
Di mana izzah (kehormatan, kebanggaan, martabat) kita?
Di mana rasa identitas dan keberkatan kita dalam sejarah kita?
Di mana tulang punggung kita?
Mengapa kita menerima segalanya dan mengompromikan nilai-nilai kita hingga terlupakan?
Mengapa kita menundukkan kepala, menekuk lutut, dan merendahkan diri dalam penghinaan yang begitu hina dengan secara sukarela menyerahkan bahasa ibu kita sendiri untuk bahasa baru dan bahasa asing?
Karena itu adalah “bahasa sains”, “bahasa masa depan”, “bahasa teknologi”?
Nah, bahasa kita adalah bahasa Islam, bahasa rasul terakhir dan sebaik-baik umat manusia, bahasa Al-Qur’an, dan bahasa penghuni jannah.
Saatnya untuk membangun kembali izzah kita dan keluar dari pengaruh Barat, dan untuk menlenyapkan mantra yang dilontarkan oleh penjajah.
Ajari anak-anak Anda bahasa ibu Anda dan sampaikan kepada mereka segala sesuatu yang menyertainya. Dan jangan biarkan muslim yang tidak “melihat esensinya” menghalangi Anda.
Wahai orang tua muslim, Anda sedang membesarkan singa muslim, bukan penjilat yang sedang dijajah.
Penulis: Ummu Khalid
Ia adalah seorang pendidik lulusan Harvard University
Penerjemah: Muhajir Julizar
Editor Substantif: Nauval Pally Taran
Editor Naskah: Arif Rinaldi
Sumber: Muslim Skeptis