SAHIH.CO – Potensi resesi sejumlah negara besar seperti Amerika Serikat makin jelas terlihat. Berdasarkan survei yang dilakukan Financial Times, mayoritas ekonom memprediksi Amerika Serikat akan mengalami resesi ekonomi pada tahun depan.
Para ekonom percaya bahwa resesi ekonomi akan terjadi karena The Federal Reserve (The Fed) mengambil langkah agresif dalam mengendalikan lonjakan inflasi. Dilansir dari Katadata, bank sentral AS tersebut telah melakukan sebuah langkah yang akan menjadi salah satu siklus pengetatan tercepat dalam beberapa dekade. Sejak Maret, The Fed telah menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,75% dari level mendekati nol.
Berdasarkan keadaan saat ini, nyaris 40% dari 49 responden memproyeksikan bahwa Biro Riset Ekonomi Nasional (NBER) akan mengumumkan resesi ekonomi pada kuartal pertama dan kuartal kedua 2023. Sementara itu, sepertiga responden memperkirakan resesi ekonomi akan terjadi pada paruh kedua tahun depan.
Hasil survei, yang dikumpulkan antara 6 Juni dan 9 Juni ini bertentangan dengan sikap The Fed yang memastikan dapat meredam permintaan tanpa menyebabkan kerugian ekonomi yang substansial.
“Ini bukan pendaratan pesawat di jalur pendaratan biasa. Ini mendaratkan pesawat di atas tali dan angin bertiup kencang,” kata Tara Sinclair, ekonom di Universitas George Washington. Menurutnya, gagasan bahwa The Fed dapat menurunkan inflasi ke target 2% tanpa menciptakan gejolak lain pada perekonomian tidak realistis.
Setelah AS, Inggris juga diprediksikan akan mengalami resesi. Dalam laporan media Inggris City.am, Kantor Statistik Nasional Inggris (ONS) mengatakan bahwa produk domestik bruto (PDB) negara itu turun 0,3% pada April. Ini merupakan kali kedua ekonomi Inggris mengalami minus.
“Melonjaknya biaya yang disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina menaikkan harga energi, gangguan rantai pasokan yang sedang berlangsung dan kekurangan pekerja telah menghambat aktivitas bisnis, menyeret turun produksi April,” kata ONS sebagaimana dilansir dari CNBC Indonesia.
Kepala Ekonom di Capital Economics Inggris, Paul Dales, mengatakan bahwa untuk menyelesaikan persoalan ini, ekonomi negeri Ratu Elizabeth itu perlu tumbuh sekitar 0,5% pada Mei dan Juni. Ini untuk mencegahnya berkontraksi di seluruh kuartal kedua.
Ancaman resesi global memang sudah disampaikan Bank Dunia (World Bank) dalam prediksi terbarunya awal bulan ini. Perekonomian dunia, hanya akan tumbuh 2,9%, sekitar 1,2 poin persentase di bawah perkiraan Januari lalu.
“Risiko dari stagflasi cukup besar dengan konsekuensi yang cukup berpotensi mengganggu stabilitas bagi ekonomi berpenghasilan rendah dan menengah. Bagi banyak negara, resesi akan sulit dihindari, ” kata Presiden Bank Dunia, David Malpass.
Penulis: M. Haris Syahputra
Editor: Teuku Zulman Sangga Buana