SAHIH.CO – McDonald’s, Burger King, hingga KFC mulai mengalami defisit penjualan di Korea Selatan. Penjualan dari brand makanan cepat saji ini perlahan mulai merosot dan ditinggalkan oleh para pelanggannya di Negeri Ginseng tersebut.
Berdasarkan laporan dari Korea Times, dilansir dari Big Alpha, kemorosotan yang dialami oleh brand-brand global tersebut dilatari oleh pergeseran selera warga Korea Selatan yang kini cenderung memilih makanan sehat.
Akibatnya, perusahaan-perusahaan ini mengalami kerugian yang tidak sedikit. McD misalnya, meski mengalami kemajuan, kerugian operasional yang didera McD di Korea Selatan cukup tinggi dari tahun ke tahun. Pada 2019 mereka mengalami kerugian sebesar W44 miliar, seterusnya W48,3 miliar pada 2020, dan W27,7 pada tahun 2021.
Di tengah kondisi seperti ini, McDonald’s Korea Selatan juga dilaporkan sedang mencari pemilik baru. McD Headquarters di AS juga telah mengonfirmasi bahwa meraka akan menjual seluruh saham dan izin usahanya di Korea Selatan.
Waralaba ini tidak punya masa depan di Korea Selatan, dan untuk menghindari kondisi pasar yang lebih buruk pada tahun selanjutnya, para analis menyebutkan bahwa waralaba makanan cepat saji di Korea Selatan tidak punya pilihan selain mencoba untuk menjual operasi mereka tahun ini.
Sebagai informasi, KG Group juga menderita kerugian yang mengakibatkan penurunan nilai modal pada 2020 setelah mengambil alih operasi KFC di Korea dari CVC Capital Partners.
Selain pergeseran selera dan gaya hidup ke arah yang lebih sehat, jumlah populasi Korea Selatan yang terus mengalami penurunan juga menjadi faktor yang turut menyebabkan kemerosotan penjualan.
Menurut statistik pemerintah Korsel, jumlah penduduk yang tinggal di Seoul pada Mei 2022 ada 9,49 juta jiwa. Angka tersebut turun signifikan jika dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 1992 yang mencapai 10,97 juta jiwa.
Dekadensi jumlah penduduk ini disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya karena banyaknya tuntutan ekonomi yang menyebabkan warga Korea Selatan lebih memilih untuk tidak menikah. Tuntutan ekonomi tersebut seperti sulitnya menemukan pekerjaan yang layak, sementara harga properti terus melejit naik, pembagian kerja domestik yang tidak sepadan, serta budaya kerja yang berlebih.
Sejumlah masalah itu menyebabkan 42,5% warga Korea Selatan yang berusia 30 tahunan belum juga menikah per 2020. Angka ini naik 6,2% dibandingkan nominal pada tahun 2015. Di samping itu, jumlah rata-rata anak yang dilahirkan wanita Korea Selatan sepanjang hidupnya menyentuh rekor terendah, yaitu 0,82.
Pewarta: M. Haris Syahputra
Editor: Nauval Pally Taran