Harari kerap tak hanya menggambarkan masa lalu kita; dia juga sedang meramal masa depan umat manusia. Setiap orang, tentu saja, berhak untuk berspekulasi tentang masa depan kita. Akan tetapi, penting untuk mengetahui apakah spekulasi ini bertahan, terutama jika seseorang memiliki pendengar dari elit pengambil kebijakan—seperti yang dilakukan Harari. Proyeksi palsu memiliki konsekuensi nyata. Mereka dapat menyesatkan orang tua yang berharap bahwa rekayasa genetika akan memberantas autisme, menyebabkan sejumlah besar uang dituangkan ke dalam proyek buntu, atau membuat kita sangat tidak siap menghadapi ancaman seperti pandemi.
Sekarang, inilah yang Harari katakan tentang pandemi dalam bukunya pada tahun 2017, Homo Deus: A Brief History of Tomorrow.
“Jadi, dalam perjuangan melawan bencana seperti AIDS dan Ebola, skalanya berpihak pada kemanusiaan.… Oleh karena itu, kemungkinan besar epidemi besar akan terus membahayakan umat manusia di masa depan hanya jika manusia sendiri yang menciptakannya, demi ideologi yang kejam. Era ketika umat manusia berdiri tak berdaya sebelumnya terhadap epidemi alamiah mungkin sudah berakhir. Namun semoga kita akan melewatinya.”
Saya berharap kita memang dapat melewatinya. Namun, lebih dari 6 juta dari kita telah meninggal karena Covid, sesuai hitungan resmi, dengan beberapa perkiraan menyebutkan jumlah sebenarnya adalah 12-22 juta. Dan, apakah menurut Anda SARS-CoV-2—virus yang bertanggung jawab atas pandemi—datang langsung dari alam liar? Atau melalui Institut Virologi Wuhan? kita semua dapat sepakat bahwa pandemi tidak diciptakan untuk “melayani beberapa ideologi yang kejam”.
Harari begitu keliru; tetapi, layaknya seorang populis sains yang baik, ia terus menawarkan keahliannya dengan tampil di berbagai acara selama pandemi. Dia muncul di NPR, berbicara tentang “bagaimana mengatasi epidemi dan krisis ekonomi yang diakibatkannya”. Dia melanjutkan ke acara Christiane Amanpour untuk menyorot “pertanyaan kunci yang muncul dari wabah virus corona.” Kemudian ke BBC Newsnight, di mana ia menawarkan “perspektif historis tentang virus corona”. Dia mengalihkan segalanya dalam Podcast Sam Harris, di mana ia memberi tahu kita tentang “implikasi masa depan” dari Covid. Harari juga menyempatkan diri untuk tampil di Iran International bersama Sadeq Saba, di India Today E-Conclave Corona Series, dan banyak saluran berita lainnya di seluruh dunia.
Menggunakan kesempatan untuk mempromosikan krisis palsu—karakter inti lain dari populis sains—Harari memberikan peringatan mengerikan tentang “pengawasan dari dasar” (diakui sebagai konsep yang mengkhawatirkan). “Sebagai eksperimen pemikiran”, katanya, “pertimbangkan pemerintahan hipotetis yang menuntut setiap warga negara memakai gelang biometrik yang memantau suhu tubuh dan detak jantung 24 jam sehari.” Keuntungannya, katanya, adalah bahwa pemerintah berpotensi menggunakan informasi ini untuk menghentikan epidemi dalam beberapa hari. Kelemahannya adalah bahwa hal itu dapat memberikan sistem kontrol yang kuat bagi pemerintah, karena “Jika Anda dapat memantau apa yang terjadi pada suhu tubuh, tekanan darah, dan detak jantung saya saat saya menonton klip video, Anda dapat mempelajari apa yang membuat saya tertawa, apa yang membuat saya menangis, dan apa yang membuat saya benar-benar marah.”
Emosi manusia, dan ekspresi emosi kita, sangat subjektif dan bervariasi. Ada perbedaan budaya dan individu dalam cara kita menafsirkan sensasi kita. Emosi kita tidak dapat disimpulkan dari tindakan fisiologis yang dilucuti dari informasi kontekstual (musuh lama, kekasih baru, dan kafein semua dapat membuat jantung kita berdebar lebih keras). Ini berlaku bahkan jika pengukuran fisiologis lebih luas daripada suhu tubuh, tekanan darah, dan detak jantung yang dipantau. Itu bahkan berlaku ketika gerakan wajah dipantau. Ilmuwan seperti psikolog Lisa Feldman Barrett menemukan bahwa—bertentangan dengan kepercayaan lama—bahkan emosi seperti kesedihan dan kemarahan tidak bersifat universal. “Gerakan wajah tidak memiliki makna emosional yang melekat untuk dibaca seperti kata-kata di halaman,” jelas Feldman Barrett. Inilah sebabnya mengapa kita belum dapat menciptakan sistem teknologi yang dapat menyimpulkan apa yang Anda atau saya rasakan pada saat tertentu (dan mengapa kita mungkin tidak akan pernah dapat membangun sistem yang serba tahu ini).
Harari secara ilmiah tidak valid, tetapi tak dapat ditolak. “Kita hidup dalam panoptikon (penjara berbentuk bundar) digital,” seperti yang dikatakan rekan saya, ahli saraf Ahmed El Hady. Perusahaan dan pemerintah terus memantau kita. Jika kita membiarkan orang-orang seperti Harari meyakinkan kita bahwa teknologi pengawasan dapat “mengenal kita jauh lebih baik daripada kita mengenal diri kita sendiri,” kita berada dalam bahaya membiarkan algoritma menerangi kita. Dan itu memiliki implikasi nyata yang lebih buruk, seperti memutuskan siapa yang dapat dipekerjakan atau siapa yang menimbulkan risiko keamanan berdasarkan kebijaksanaan yang ditentukan oleh sebuah algoritma.
Bersambung…
Penulis: Darshana Narayanan
Ia adalah seorang neuroscientist dari Princeton University
Penerjemah: Muhajir Julizar
Editor: Nauval Pally Taran
Sumber: Current Affairs