Nietzsche mungkin seorang ateis, tetapi setidaknya ia jujur tentang konsekuensi dari pilihannya. Dalam bukunya, “God Is Dead”, ia menjelaskan bagaimana kepercayaan kepada Tuhan diperlukan bagi masyarakat untuk mencegah keruntuhan (kecacauan). Ini meskipun dirinya sendiri tidak percaya pada Tuhan.
Tanpa etika dan definisi realitas dan tujuan yang dijelaskan oleh Tuhan, tidak akan ada arah yang benar. Atas dianggap sebagai bawah dan bawah dianggap sebagai atas. Pria disangka wanita dan wanita disangka seorang pria. Semuanya hanya materi. Kita berasal dari debu dan kembali menjadi debu di alam semesta yang serba acak ini.
Pandangan hidup Nihilistik ini menyebabkan Nietzsche menjadi depresi berat dan sakit mental menjelang akhir hayatnya. Hidup tidak memiliki arti dan tujuan apa pun tanpa Tuhan. Dalam upaya untuk melarikan diri dari pikiran bunuh diri dan nihilistik ini, ia menganjurkan orang untuk menemukan tujuan mereka sendiri.
Namun, sesuatu tiruan tidak pernah bisa mendekati hal yang sesungguhnya, apalagi mengalahkannya.
Ketika masyarakat menjadi makin sekuler dan tanpa tujuan, orang menjadi makin bingung dan tertekan. Kita memiliki “pembicara motivasi” dan “guru kesehatan mental” yang mengeklaim bahwa kita dapat menemukan atau merekayasa tujuan kita sendiri, dan bahwa kita bahkan mungkin dapat memiliki beberapa tujuan secara bersamaan.
Ini tidak berbeda dengan anak kecil yang bermain pura-puraan.
Paling-paling, itu hanya bisa menghasilkan ketinggian sementara dan tidak pernah terus-menerus. Nasib Nietzsche menunggu banyak penemu lain untuk tujuan mereka sendiri, tuhan mereka sendiri.
Penerjemah: Muhajir Julizar
Editor: Nauval Pally Taran
Sumber: Muslim Skeptic