SAHIH.CO – Berdiri sejak 2019 silam, Aceh Flexi School (AFS) merupakan lembaga pendidikan non-formal yang secara khusus dimaksudkan untuk mendidik dan mengoptimalkan potensi anak-anak yang memiliki masalah personal dan Anak Berkebutuhan Khusus [‘ABK’].
Sekolah inovatif ini didirikan oleh Umi Esti Wulansari. Berawal dari sebelumnya PAUD, dan kemudian para orang tua siswa menginisiasi untuk adanya sekolah lanjutan. Sehingga Esti berhasil membangun Aceh Flexi School yang berjalan hingga sekarang.
“Bagi saya, membangun sekolah ini merupakan misi, dan sudah menjadi suatu amanah. Tapi kalo yang muda-muda inikan masih punya banyak pilihan lain. Ga semua orang mampu menghadapi anak-anak seperti ini. Jadi kalo memang mereka ‘guru’ tidak terpanggil, maka ga akan sanggup ngurus anak-anak ini. Apalagi umur anak-anak di sini cukup bervariasi, yang bahkan ada yang sudah berumur 14 tahun.” Ujar Esti kepada sahih.co.
Meski sekilas agak mirip dengan Sekolah Luar Biasa (SLB), Aceh Flexi School punya metode dan karakteristik yang jauh berbeda. Ini karena AFS berfokus pada bakat masing-masing siswa dengan metode pendidikan 40 persen teori dan 60 persen praktik atau kelas bakat.
Kelas bakat yang diberi tema “Learning with Maestro” ini cukup menarik. Karena alih-alih meng-handle semua itu sendiri, Aceh Flexi School justru selalu menjalin kerjasama dengan berbagai pihak dalam beragam bidang keterampilan dan kelas bakatnya.
“Kami di sini ingin membantu anak-anak ini untuk menemukan dan mengoptimalkan potensinya. Yang saat mereka besar, ya paling tidak bisa survive-lah. Kalo anak orang kaya ya mungkin akan mudah karna banyak warisan. Tapi kalo anak-anak dengan orang tua yang berpenghasilan tidak seberapa, kan anak-anak ini perlu bertahan hidup sendiri.” Tambah Esti
Inilah yang menjadi tujuan dari adanya sekolah fleksibel ini. Adapun soal nama, dinamai flexi karena kurikulum sekolah yang memang cukup fleksibel. AFS bahkan juga menerima anak-anak home schooling yang ingin belajar di sini beberapa hari saja dalam sepekan. “Begitu juga, AFS menerima anak-anak yang bersekolah di tempat lain, tetapi ingin mengikuti kegiatan lapangan, keterampilan, atau bakat di sini.” Ujar Esti menambahkan.
Aceh Flexi School tidak menyamakan setiap anak dengan ragam keunikan dan masalahnya masing-masing. Sehingga sekolah akan berfokus pada perbaikan perilaku atau masalah perkembangan personal terlebih dahulu, sebelum fokus pada pengembangan bakat anak. Menurut Esti, menuntaskan masalah perkembangan pribadi itu sangat penting dan ini berbeda-beda setiap anaknya.
“Meski duduk dalam satu kelas yang sama, kami tidak menyamakan semua anak tersebut. Jika ada yang butuh penanganan khusus, maka kami akan berikan perlakuan khusus pada anak tersebut”, ujar Esti.
Selain itu, Aceh Flexi School juga menerapkan sistem magang kepada anak-anak yang sudah berumur 10 tahun ke atas di berbagai industri rumahan. Biasanya, mereka akan melakukan magang di usaha-usaha rekanan atau teman dari tim Aceh Flexi School. Ini agar anak-anak lebih mudah dikontrol. Mengingat, anak-anak ini masih cukup belia, di mana secara perilaku belumlah matang serta banyak yang berkebutuhan khusus.
Tujuan dari kegiatan magang ini adalah supaya anak-anak bisa mengenal dunia usaha lebih dini dan berlatih untuk bekerja lebih awal, walaupun bukan dipekerjakan.
Di samping itu, penentuan kelas di Aceh Flexi School juga berbeda dengan sekolah kebanyakan. Bagi Esti, anak-anak kelas satu sampai dengan tiga menjadi satu kelas yang sama yaitu kelas tumbuh, karena masih dalam satu fase tumbuh yang sama. Adapun kelas empat sampai dengan enam menjadi kelas juga, yaitu kelas kembang.
Konsep pendidikan berbasis bakat yang diterapkan oleh Aceh Flexi School memengaruhi pembagian hari belajar secara umum. Di sini, pendidikan akademik hanya pada hari senin dan kamis. Adapun pada hari Jumat lebih pada kegiatan keagamaan. Selanjutnya, di hari Selasa dan Rabu hanya untuk kelas praktik. Mulai dari cooking, science, kunjungan keluar ‘fieldtrip’, dan berkebun dengan bekerjasama dengan berbagai komunitas dan kalangan luar.
Selain kesibukan dalam mengoperasionalkan sekolah dan terlibat aktif dalam banyak komunitas, Esti sendiri juga melakoni pekerjaan sebagai pendamping pendidikan lepas yang menyusun kurikulum pendidikan homeschooling yang disesuaikan dengan potensi dan bakat si anak. Sebab bagi Esti, ‘sekolah formal’ itu tidak wajib, tapi yang wajib itu adalah belajar. Sebagai informasi, kedua anak Esti juga tidak menjalani sekolah formal sampai sekarang.
Pewarta: M. Haris Syahputra
Editor: Nauval Pally Taran