SAHIH.CO – Menurut survei yang dilakukan Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (PERGEMI), sebanyak 24,6% penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia memiliki riwayat penyakit kronis.
Dari kelompok lansia dengan riwayat tersebut, mayoritasnya atau 37,8% mengidap penyakit hipertensi sebagaimana dilansir dari databoks.
Hipertensi merupakan kondisi medis dengan prevalensi yang cukup tinggi. Kasus hipertensi global bahkan diestimasi sebesar 22% dari total populasi dunia. Di mana sekitar 2/3 dari penderita hipertensi berasal dari negara ekonomi menengah ke bawah menurut Kemenkes.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 didapati bahwa prevalensi hipertensi mencapai 34,11% pada penduduk berusia >18 tahun. Secara lebih luas, WHO bahkan menyebut di tahun 2015 diperkirakan bahwa 1 dari 4 laki-laki dan 1 dari 5 perempuan menderita hipertensi.
Hipertensi masih dan terus menjadi diantara penyebab kematian tertinggi tidak hanya di Indonesia, tapi juga dunia. Namun karena hipertensi tidak memberi gejala yang berarti, hanya kurang dari seperlima yang melakukan upaya pengendalian terhadap tekanan darah yang dimiliki.
Berdasarkan data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, biaya pelayanan hipertensi selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Yaitu sebesar 2,8 triliun rupiah pada tahun 2016, dan naik menjadi 3 triliun rupiah di tahun 2017 dan tahun 2018.
Si Pembunuh Senyap
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi mendapat julukan “The Silent Killer” atau “Si Pembunuh Senyap”. Julukan itu bukan tanpa sebab, sekaligus memberi sinyal bahwa hipertensi merupakan penyakit berbahaya yang patut diantisipasi.
Disebut pembunuh senyap karena gejala hipertensi seringnya tanpa keluhan. Menurut keterangan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, biasanya penderita tidak mengetahui apabila dirinya telah mengidap hipertensi dan penyakitnya baru diketahui setelah terjadi komplikasi.
Sebagai informasi, seseorang dinyatakan memiliki tekanan darah tinggi atau hipertensi apabila tekanan darahnya di atas 140/90, dan bila sudah di atas 180/120 berarti kondisinya sudah sangat parah.
Meski menjadi penyebab kematian tertinggi, kebanyakan orang merasa biasa saja ketika mendengar penyakit darah tinggi atau hipertensi. Padahal ada dampak yang cukup buruk dengan membiarkan darah tinggi terlalu lama di dalam tubuh.
Tekanan darah tinggi yang dibiarkan terlalu lama akan menyebabkan pembuluh darah kaku di beberapa area. Pembuluh darah yang kaku di bagian ginjal akan menyebabkan gagal ginjal (ginjal rusak). Kondisi ini akan memaksa penderitanya untuk melakukan cuci darah secara rutin setiap bulannya dengan biaya yang tidak sedikit tentunya.
Selain berpotensi kaku di bagian ginjal, hipertensi juga dapt menyebabkan pembuluh darah kaku di daerah otak dan jantung. Bila pembuluh darah yang kaku pecah di area otak, akan menyebabkan stroke. Bila pembuluh darah tekanan tinggi di area jantung, akan menyebabkan jantung bengkak (kongestif). Selain itu, pembuluh darah yang kaku karena hipertensi juga dapat menyebabkan kebutaan dan kerusakan pada hati.
Melansir dari Halodoc, beberapa hal yang melatari hipertensi adalah sebagai berikut:
Memiliki usia di atas 65 tahun, mengonsumsi makanan tinggi garam berlebihan, mengalami kelebihan berat badan atau obesitas, adanya riwayat keluarga dengan kondisi medis yang sama, kurang asupan buah dan sayuran, tidak aktif secara fisik atau jarang berolahraga, mengonsumsi terlalu banyak makanan atau minuman yang mengandung kafein, memiliki kebiasaan merokok dan mengonsumsi minuman beralkohol, serta stres (tingkat stres yang tinggi dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara).
Pewarta: M. Haris Syahputra
Editor: Arif Rinaldi