SAHIH.CO, JAKARTA – Sampai saat ini, Indonesia masih berada di kondisi kekurangan dokter. Rasionya bahkan terendah ketiga se-ASEAN.
Menurut data World Health Organization (WHO) yang dihimpun Index Mundi, pada 2019 Indonesia hanya memiliki 0,47 dokter per 1.000 penduduk.
Rasio dokter Indonesia itu tergolong buruk, jauh di bawah standar WHO dengan minimal 1 dokter per 1.000 penduduk.
Angka rasio itu menempatkan Indonesia di peringkat ke-139 dari 194 negara, serta terbawah ketiga di ASEAN.
Pada 2020, dokter di Indonesia tercatat sebanyak 170.338 orang. Jumlah tersebut memang merupakan yang terbesar dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Namun, jika dibagi untuk setiap 10.000 penduduk, rasio dokter di Indonesia hanya sebesar 6,23 dan merupakan yang terendah ketiga dibandingkan negara-negara Asia Tenggara.
Merujuk pada dataindonesia, Singapura menjadi negara dengan rasio dokter tertinggi di Asia Tenggara, yakni 24,6 per 10.000 penduduk. Selanjutnya Malaysia dan Brunei Darussalam yang memiliki rasio dokter sebesar 22,86 dan 16,09 per 10.000 penduduk.
Kemudian Thailand sebesar 9,5; Vietnam sebesar 8,28; Filipina sebesar 7,72; dan Myanmar sebesar 7,37. Adapun, rasio dokter per 10.000 penduduk di Laos berada satu peringkat di bawah Indonesia yaitu sebesar 3.54. Diikuti setelahnya oleh Kamboja dengan rasio sebanyak 1,93.
Menurut Taruna Ikrar, Ketua Konsil Kedokteran Indonesia (KKI), sebagaimana melansir dari databoks, krisis dokter ini juga diperburuk dengan distribusi dokter yang timpang dan tidak merata.
“Sangat terlihat bahwa jumlah dokter dengan densitas sangat tinggi berada di kota-kota besar, tetapi sangat minim di daerah perifer atau perdesaan,” kata Taruna dalam artikelnya Mengurai Benang Kusut Dokter Indonesia.
“Kondisi ini diperparah kalau melihat keadaan geografis Indonesia sebagai negara kepulauan. Ketimpangan distribusi menyebabkan ribuan pulau tidak memiliki dokter seorang pun. Kondisi ini tentu membahayakan keselamatan masyarakat yang berada di daerah tersebut,” lanjutnya.
Taruna juga mengungkapkan bahwa Indonesia tak hanya kekurangan dokter umum, tapi juga dokter spesialis dan subspesialis.
“Hal ini disebabkan produksi dokter spesialis sangat rendah dan sangat timpang jika dibanding dengan kebutuhan dan laju pertumbuhan penduduk,” kata Taruna.
Berdasarkan persoalan tersebut, sangat logis jika semua lembaga terkait memiliki tanggung jawab untuk melakukan aksi ekstraordinari, agar krisis ini dapat kita akhiri dengan segera.
“Kita tidak berada dalam kondisi normal, sehingga wajib melakukan upaya maksimal untuk mengejar ketertinggalan tersebut,” lanjutnya.
Pewarta: M. Haris Syahputra
Editor: Arif Rinaldi