SAHIH.CO – Mereka tak ingin melupakan kejadian itu, kejadian yang menyebabkan banyak anak-anak kehilangan orang tuanya, para wanita menjadi janda dan saudara kehilangan karib kerabatnya. Hari itu, pasukan Serbia bersenjata lengkap dengan pakaian militernya menembaki orang-orang sipil Bosnia yang tanpa bersenjata. Lebih dari 8.000 orang meninggal tanpa perlawanan, mereka ditembaki di tempat, dan yang melarikan diri dikejar layaknya hewan buruan. Kofi Annan (Sekjen PBB 1997-2006) menyebutkan kejadian tersebut sebagai pembantaian tersadis di Eropa pasca-Perang Dunia II.
Untuk mengenang kejadian itu, sebuah pawai berjalan kaki dilakukan setiap tahunnya, melintasi rute genosida sepanjang 100 kilometer. Osman Salkic, salah seorang penyintas Srebrenica mengatakan “perasaan bercampur aduk ketika anda datang ke sini, ke tempat ini, ketika anda tahu bagaimana orang-orang berbaring (mati) di sini pada 1995 dan bagaimana keadaan hari ini.”
Saat itu perang Serbia-Bosnia masih berkecamuk dengan dahsyat, tapi ada sebuah kota di lembah yang agak menjorok ke wilayah Serbia, Srebrenica namanya. Oleh PBB wilayah tersebut dinyatakan sebagai salah satu zona aman, karenanya pengungsi muslim Bosnia memenuhi daerah tersebut. Nyatanya, “zona aman” tersebut benar-benar tidak aman.
Pada Juli 1995, pasukan Serbia yang dipimpin Mladic menduduki zona tersebut dan melakukan pembantaian besar-besaran setelahnya. Bahkan, Pasukan Perlindungan Persatuan Bangsa-Bangsa (United Nations Protection Force/ UNPROFOR), yang terdiri dari 400 tentara Belanda tidak mencegah pendudukan Srebrenica dan pembantaian yang terjadi setelahnya. Dan hingga hari ini, PBB nyatanya selalu gagal dalam melindungi orang-orang yang membutuhkan perlindungan—terlebih lagi jika mereka muslim.
Orang-orang yang selamat dari pembantaian itu tidak pernah lupa bagaimana tentara serbia datang dan menduduki Srebrenica yang saat itu di bawah kendali PBB. Fejzic, salah seorang korban yang kehilangan putra satu-satunya, suaminya dan beberapa saudara laki-lakinya memberikan kesaksian kepada reuters: “Mladic datang dan mengatakan bahwa sehelai rambut pun takkan disentuh, tapi beberapa menit kemudian pembantaian dimulai.”
Sebuah laporan yang diterbitkan oleh International Criminal Tribunal for the Former of Yugoslavia (ICTY) menyebutkan bahwa dengan alasan untuk menginterogasi, laki-laki berusia 12-27 tahun dipisahkan dari rombongan. Namun, ini hanyalah dalih agar mereka dipisahkan dari keluarganya.
Pembantaian pertama terjadi di gudang dekat desa Kravica, lalu menyebar ke seluruh penjuru desa. Para korban dipaksa berbaris di dekat lubang besar yang dijadikan kuburan massal, lalu ditembak satu per satu di bagian belakang kepala. Para tentara kemudian menyasar segala jenis gender dan usia. Tua, muda, orang tua, anak-anak, dan bahkan bayi, semua jadi sasaran kekejaman pasukan Mladic. Tak ketinggalan pula kasus pemerkosaan yang dialami korban selamat maupun yang selanjutnya dibunuh. Hari itu, seorang Muslim di Srebrenica bagai seorang Yahudi di Kamp Konsentrasi Troblinska atau Auschwitz.
Tak hanya itu, catatan pengadilan Den Haag menyebutkan banyak kisah-kisah yang sangat menyedihkan dari para saksi atau korban yang selamat. Salah satunya adalah Zumra Šehomerovic, yang menyaksikan kengerian Pembantaian Srebrenica, tepat di depan matanya. ia melihat seorang gadis berusia sekitar sembilan tahun dalam cengkeraman tentara Yugoslavia. Seorang tentara menyuruh adik laki-laki sang gadis untuk memperkosa kakaknya. Si adik jelas menolak keras. Tentara ini marah lalu membunuh sang bocah lelaki itu.
“Ada seorang ibu bersama bayinya yang baru berumur beberapa bulan. Seorang tentara Yugoslavia menyuruh agar ia menenangkan si bayi yang terus menangis. Upaya si ibu gagal, lalu tentara itu merebut si bayi dan menyayat lehernya. Dia tertawa. Ada tentara Belanda (UNPROFOR) yang cuma melihat dan tak berbuat apa-apa,” katanya.
Laporan dari daftar orang yang menjadi korban menyebutkan ada 8.372 nama yang kebanyakannya laki-laki dan anak-anak yang menjadi korban genosida tersebut. Kita menjumpa nama-nama islam yang amat familiar di dalam daftar nama-nama tersebut, semisal Ibrahim, Hasan, Ahmed, Mehmed, dan lainnya.
Hingga saat ini, lebih dari 6 ribu orang sudah teridentifikasi dan dikuburkan dan jumlah itu akan terus bertambah karena sisa-sisa korban yang terus digali dari kuburan massal akan diidentifikasi. Sementara itu, meski sudah berlalu hampir tiga dekade, ada banyak keluarga korban lainnya yang masih menunggu, mereka terus mengharapkan untuk ditemukan anggota keluarganya yang hilang, meski hanya tinggal kerangka. Mereka mungkin sudah berdamai, tapi Srebrenica akan selalu ada dalam ingatan.
“Tragedi di Srebrenica akan selamanya menghantui sejarah Perserikatan Bangsa-Bangsa” (Kofi Annan).
Penulis: Misbahul
Editor: Nauval Pally Taran