SAHIH.CO – Semuanya gelap, hampir tak ada apa pun yang bisa dilihat di malam hari selain cahaya temaram jingga dari ledakan yang saling bersahutan menghancurkan bangunan demi bangunan, gedung demi gedung hingga rata. Bersamanya turut hancur harapan anak-anak manusia yang mendiami daerah berpopulasi 2,3 juta penduduk tersebut, yang populasinya kian hari kian berkurang.
Jalur Gaza adalah sebuah daerah kecil seluas 365 km² yang terkurung dari segala sisinya. Daerah kecil itu dikelilingi blokade dari laut, darat dan udara oleh Israel. Tak hanya Israel, bahkan Mesir pun bolak-balik menutup akses dari dan ke Gaza. Blokade yang oleh Human Right Watch disebut sebagai upaya menghambat kehidupan dan menunjukkan kenyataan kejam dari apartheid dan penganiayaan terhadap jutaan warga Palestina.
Hari-hari ini, daerah tersebut kembali mendedahkan luka lama yang bahkan tak pernah pulih, perang Palestina-Israel yang tidak berimbang membuat banyak anak-anak manusia kehilangan kehidupan mereka. Perang yang oleh Palestina harus dilakukan demi kehormatan, kepemilikan atas tanah dan kemuliaan Al-Aqsha yang terus menerus dilecehkan oleh Israel.
Perang tersebut sangat tidak berimbang, Israel tidak sendiri, negara-negara Barat yang konon sangat peduli HAM itu dengan vulgar mendukung Israel dalam perang yang melanggar HAM dan tanpa malu mengirimkan persenjataan canggih sebagai wujud dukungan mereka terhadap Israel. Bahkan, ada sebuah kapal besar yang bertolak dari Turkiye dengan muatan 4,5 ton makanan, seakan orang-orang Israel itu sangat membutuhkannya.
Adapun Palestina tidak demikian. Banyak negara Arab plin-plan mendukung saudara mereka. Mesir misalnya, pada Jumat lalu Al-Sisi mengancam akan membatalkan perjanjian Camp David demi Palestina. Namun, tak lama setelahnya pintu perbatasan Rafah dipasangi beton-beton tinggi nan kokoh yang semakin meperjelas keterisoliran masyarakat Gaza dari dunia.
Adapun Yordania, mereka telah kedatangan tamu penting, beberapa hari lalu skuadron tempur 494 Angkatan Udara AS telah mendarat dengan damai di Pangkalan Udara Muwaffaq Salti. Konon tujuannya untuk medukung Israel dalam perang di Gaza. Sang raja belum lama ini juga mengatakan dengan lugas tak akan menerima lebih banyak pengungsi dari Palestina.
Palestina dan Perjuangan yang Holistik
Palestina adalah sebuah cerita tentang salah satu entitas manusia paling sabar di bawah kolong langit, dengan perjuangan yang konsisten, terus-menerus tanpa kenal jeda. Mereka berjuang sebagaimana para pahlawan kita dahulu berjuang demi kemerdekaan tanah mereka yang dijajah, demi kebebasan diri mereka yang dibatasi, dan demi keamanan kehidupan mereka yang terancam.
Hari ini, ada banyak warna perjuangan di Palestina yang wilayahnya hanya meliputi Gaza dan Tepi Barat tersebut. Hal itu menunjukkan betapa ada kehidupan yang heterogen di sana. Tak hanya ada muslim, bukan cuma pergerakan bersenjata yang memperjuangkan Palestina. Upaya perjuangan itu, merangsek dari segala sisi dan muncul dari segala arah.
Ada Hamas dengan ideologi Islam kiri, Fatah yang menggaungkan Nasionalisme kiri, Otoritas Palestina yang dianggap sebagai representasi pemerintah resmi, Democratic Front for the Liberation of Palestine dengan demokrasinya, bahkan ada Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP) yang berhaluan komunis.
Perjuangan kemerdekaan Palestina adalah cerita perlawanan yang penuh warna. Bahwa kemerdekaan Palestina diperjuangkan oleh seluruh manusia Palestina, dari yang kiri maupun kanan, dari yang moderat sampai radikal, dari yang Islam sampai Kristen.
Mengapa Konflik Terjadi?
Ada ruang dan waktu yang harus dilipat untuk bisa membaca mengapa konflik terjadi di tanah yang diberkahi tersebut. Kita perlu melihat realitas dengan mundur seratus tahun lebih. Kala itu, Utsmani, meskipun sudah melemah tetapi masih mencengkeram kuat sebagian Timur Tengah, utamanya tanah Syam yang diberkahi.
Dahulu, saat Islam menguasai Palestina, semua entitas hidup bersama dengan damai, inklusifitas terbentuk dalam masyarakatnya. Namun, semua berubah saat ide zionisme masuk dan merebak di sana.
Singkatnya, Benny Morris, seorang sejarawan Yahudi menyebut dalam bukunya Righteous Victims: A History of the Zionist-Arab Conflict, 1881-1999 bahwa konflik itu dimulai Ketika zionis ingin merubah status quo tanah, membeli tanah sebanyak mungkin, dan merubah negara penduduk arab menjadi tanah air Yahudi.
Dengan tujuan itu, bagaimana mungkin bangsa Arab bisa tetap diam? Bayangkan ada beberapa orang, datang ke rumahmu, kamu mempersilahkan dia tinggal, tapi dia kemudian bertujuan menjadikan rumahmu itu sebagai rumahnya, apakah kamu akan diam? Kiranya, demikianlah gambaran awal mula konflik di Palestina.
Eskalasi Konflik yang Kian Mengecil
Pada 1948, sehari setelah David Ben-Gurion membaca deklarasi pendirian negara Israel, negara-negara Arab langsung mengumandangkan perang terhadap Israel. Mereka menyerang israel dari berbagai arah. Akhir perangnya telah diketahui, negara-negara Arab kalah telak, bahkan hingga dua perang selanjutnya (1967 dan 1973).
Namun, setidaknya saat itu skala konfliknya masihlah disebut Arab-Israel, meski kerap berselisih sesamanya, bangsa Arab masih bahu membahu dalam konflik melawan Israel. Hal yang tidak kita temui lagi pasca-perdamaian Mesir-Israel (1979) Yordania-Israel (1994) UEA-Israel dan Bahrain-Israel (2020), dan normalisasi hubungan negara-negara Arab dengan Israel kian kemari seakan kian menunjukkan orang-orang Arab tak ingin terlibat dalam perang.
Upaya mengerdilkan perjuangan Palestina tersebut juga terlihat makin masif. Dalam banyak media, konflik Palestina-Israel kini menjadi menjadi Hamas-Israel.
Perjuangan Tak Boleh Putus
Bagaimanapun suramnya keadaan, orang-orang Palestina sadar bahwa perjuangan mereka harus terus berlanjut. Tidak boleh terhenti, tanah milik mereka harus Kembali dan para imigran kurang ajar itu harus pergi.
Khalil al-Sakakini, Seorang Kristen otodoks dan nasionalis Arab mengatakan “Pertempuran di Palestina adalah dengan kekuatan penuh. Kemenangan ada di tangan Tuhan. Jika kita hidup, kita akan hidup dengan kehormatan. Jika kita mati – kita akan mati dengan kehormatan.”
Penulis: Misbahul
Editor: T. Zulman Sangga Buana & Nauval Pally T