close
Politik & Hukum

Peran Krusial Forensik Digital dalam Mengungkap Kejahatan Siber

Sumber Foto: Pusat Pelatihan

Penulis: Hadina Rifaldi Diaz, Mahasiswa Pascasarjana Kriminologi Universitas Indonesia

Perkembangan zaman selalu ditandai dengan munculnya berbagai teknologi dan pengetahuan baru. Dalam bidang teknologi informasi, perkembangan dan kemajuan yang terjadi demikian pesat telah menyebabkan perubahan dan memberikan dampak positif maupun negatif bagi kehidupan manusia.

Salah satu dampak positif yang didapatkan adalah kemudahan dalam menemukan informasi dan melakukan transaksi. Namun, perkembangan tersebut juga menimbulkan dampak negatif, misalnya, munculnya kejahatan baru yang berbasis pemanfaatan teknologi informasi atau umum disebut dengan kejahatan siber (cybercrime).

Kejahatan siber mengalami percepatan yang luar biasa dengan berbagai pola, cara, dan model yang tidak dapat diprediksi. Para korban dirugikan bukan hanya secara finansial, melainkan juga secara kehormatan. Salah satu kejahatan yang dapat merendahkan kehormatan seseorang ialah pencemaran nama baik dengan cara penyebaran informasi atau aib bermuatan asusila (pornografi) melalui media sosial.

Sebagai contoh, sebuah kasus yang ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Aceh (Ditreskrimsus Polda Aceh). Berdasarkan informasi yang diberikan oleh korban atau pelapor kepada penyidik, pelaku menayangkan foto korban yang bermuatan pornografi sebagai konsumsi publik tanpa sepengetahuan korban melalui siaran langsung TikTok. Tayangan yang ditonton oleh hampir 4.000 orang itu dijadikan bahan komersial oleh pelaku.

Dalam kasus penyebaran konten pornografi melalui sarana media digital seperti ini, bukti yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk menjerat seseorang adalah bukti dokumen elektronik. Hal ini disebutkan dalam Pasal 1 angka 4 UU 19/2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah diubah dengan UU 1/2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang berbunyi, “Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”

Masalahnya, dokumen elektronik yang menjadi bukti kuat dalam kasus pencemaran nama baik yang bermuatan pornografi melalui media sosial tidak jarang menjadi salah satu kendala dalam menangani kejahatan siber. Hal ini karena penghilangan bukti yang dilakukan oleh pelaku dengan cara menghapus fail (file) yang berhubungan dengan kejahatan yang telah dilakukan. Pada titik inilah kehadiran ilmu forensik dan forensik digital menjadi begitu penting.

Ilmu Forensik dan Forensik Digital

Jim Fraser dalam bukunya yang berjudul What is Forensic Science menjelaskan bahwa ilmu forensik merupakan suatu rangkaian kegiatan penyelidikan, penjelasan, dan evaluasi dari suatu peristiwa yang memiliki relevansi dengan hukum, termasuk identitas, asal muasal, dan riwayat hidup manusia, yang dapat dilihat melalui benda, zat (obat-obatan atau racun), bahkan artefak. Dalam ilmu forensik, penyelidikan, penjelasan, dan evaluasi dilakukan dengan menggunakan teknik dan metodologi ilmiah yang memungkinkan kita untuk mendeskripsikan, menyimpulkan, dan merekonstruksikan peristiwa.

Sejauh ini, biasanya orang hanya mengetahui bahwa ilmu forensik sebatas ilmu kedokteran saja. Namun, pada kenyataannya, ilmu forensik merupakan ilmu tentang setiap daya upaya para pihak terkait dengan bagaimana mengungkapkan fakta empiris guna mendukung proses hukum dalam rangka mencapai keadilan hukum.

Dalam mengungkapkan kasus kejahatan yang terjadi, tentu akan sangat sulit jika dilakukan hanya seorang diri. Apalagi, pada zaman yang serba maju seperti sekarang yang tantangan dalam mengungkap kasus kejahatan makin besar sehingga membutuhkan peran berbagai disiplin keilmuan, termasuk forensik digital—cabang ilmu forensik. Dalam hal ini, forensik digital berpengaruh besar dalam memudahkan para penegak hukum mengungkap kasus pencemaran nama baik yang bermuatan pornografi melalui media sosial.

Forensik digital memiliki peran yang sangat penting dalam menangani kasus pencemaran nama baik yang dilakukan melalui teknologi informasi dan komunikasi. Forensik digital menjadi alat utama yang mendukung proses penyelidikan dan penegakan hukum.

Pengembalian Dokumen Elektronik yang Telah Dihilangkan

Biasanya pelaku kejahatan siber selalu menghilangkan bukti dengan cara menghapus berkas atau dokumen elektronik yang berhubungan dengan kejahatan yang dilakukan. Pelaku kerap berupaya untuk menghilangkan jejak digital kejahatan. Selain dihapus, bukti digital juga sangat rentan diubah oleh pelaku.

Dalam konteks ini, digital forensik dapat membantu mengidentifikasi, mengumpulkan, dan mengamankan bukti digital yang telah dihapus oleh pelaku kejahatan siber tersebut. Forensik digital membantu melindungi data dengan metode imaging data untuk menduplikasi bukti asli dan juga menggunakan alat-alat yang memenuhi standar forensik, seperti EnCase atau FTK Imager.

Dengan demikian, bukti dokumen elektronik yang telah dihapus oleh pelaku dapat dikembalikan secara utuh melalui peran forensik digital. Akan tetapi, bukti itu nantinya akan dianalisis lebih dahulu oleh ahlinya. Tidak sembarang orang dapat menganalisis bukti tersebut. Orang yang menganalisis harus menunjukkan sertifikat keahlian agar bukti itu dapat dijadikan sebagai salah satu alat bukti dalam persidangan. Hal ini tertuang pada Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang ITE yang menyatakan, “Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.”

Penelusuran Motif Kejahatan

Selain itu, motif kejahatan yang dilakukan oleh pelaku pun dapat ditelusuri dengan menghubungkannya dengan teori-teori dalam kriminologi, seperti rational the choice theory yang dikemukakan oleh Cornish dan Clarke. Teori ini menyebutkan bahwa kejahatan dilakukan atas dasar rencana dengan niat untuk mendapatkan keuntungan bagi diri pelaku.

Teori ini juga menyatakan bahwa individu harus membuat pilihan berdasarkan tujuan dan cara untuk mencapai tujuan. Preferensi didasarkan pada hasil yang diharapkan untuk setiap tindakan. Sebagai pelaku rasional, individu akan memilih tindakan yang menghasilkan kepuasan yang terbesar. Artinya, pelaku memiliki pertimbangan secara rasional dalam melakukan kejahatannya.

Dalam kasus pencemaran nama baik yang bermuatan pornografi yang ditangani oleh Ditreskrimsus Polda Aceh, berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP), motif utama pelaku adalah sentimen terhadap korban. Hal ini ditunjukkan oleh fakta bahwa pelaku menyebarkan konten pornografi yang melibatkan korban dengan tujuan menjatuhkan popularitas korban di media sosial. Pelaku dan korban pun pernah memiliki konflik di media sosial sebelumnya. Di samping itu, diperkuat dengan bukti dari forensik digital yang menemukan percakapan antara pelaku dengan pihak lainnya mengenai keinginan menghancurkan kehormatan korban.

Berdasarkan hal tersebut, penggunaan ilmu forensik digital dalam menangani kejahatan siber merupakan upaya dalam mengungkap kejahatan siber yang terkait dengan penghilangan bukti kejahatan pelaku. Forensik digital merupakan elemen kunci dalam menegakkan hukum terhadap pencemaran nama baik yang bermuatan pornografi melalui teknologi informasi dan komunikasi.

Kemampuan untuk mengamankan, menganalisis, dan menyajikan bukti digital memungkinkan proses hukum berjalan secara adil dan transparan. Dengan peningkatan penggunaan teknologi, peran forensik digital menjadi makin krusial dalam melindungi hak-hak individu para era digital ini.


Editor: Teuku Zulman Sangga Buana

Tags : digitalforensik digitalhukumkriminalpolisipolitiksiberUU ITE

The author Redaksi Sahih