close
BisnisRagam

Bitcoin: ‘Emas Digital’ yang Kian Merebak

Sumber Foto: Pixabay

Penulis: M. Haris Syahputra

Bitcoin kian populer di telinga kita hari ini. Aset yang satu dasawarsa silam tampak meragukan, saat ini menjadi aset terbesar ke tujuh di dunia berdasarkan market cap. Tak hanya adopsi retail yang kian masif, Bitcoin juga menarik bagi banyak perusahaan bahkan negara sebagai aset atau cadangan strategis. Oleh karena itu, memahami Bitcoin secara benar menjadi penting bagi masyarakat modern.

Apa itu Bitcoin?

Merujuk pada whitepaper-nya, Bitcoin merupakan solusi transaksi digital yang transparan, desentralistis, aman dan bebas parantara. Dengan Bitcoin, siapa pun bisa mengirim atau menerima value secara aman dan instan (real time) hanya dengan koneksi internet, bahkan jika itu merupakan transaksi antarnegara ataupun benua.

Bitcoin pertama kali diperkenalkan melalui whitepaper yang diterbitkan oleh Satoshi Nakamoto (anonim) pada 2008. Diciptakannya Bitcoin dilatari oleh berbagai problem finansial, seperti ketergantungan pada lembaga keuangan yang sentralistis, cenderung korup, berbiaya tinggi, keterbatasan akses, serta kebijakan quantitative easing yang memastikan inflasi pada mata uang. Dari sana, Bitcoin menawarkan solusi finansial yang kebal terhadap inflasi.

Bitcoin dibangun di atas teknologi blockchain, sebuah sistem buku besar digital yang memungkinkan transaksi dicatat secara transparan dan desentralistis tanpa perlu dioperasikan dan dikawal. Validitas transaksi dijamin oleh jaringan komputer di seluruh dunia melalui proses konsensus yang disebut proof-of-work, di mana data diverifikasi menggunakan prinsip-prinsip kriptografi. Hal ini memungkinkan Bitcoin dapat diakses dan diverifikasi oleh siapa saja yang memiliki akses ke dalam jaringan.

Sebagai entitas digital yang tidak memiliki bentuk fisik, keberadaan Bitcoin tidak dikendalikan oleh satu entitas tunggal, melainkan oleh jaringan desantralistis yang terdiri dari ribuan node (komputer). Nilai Bitcoin muncul dari konsensus publik yang terbentuk dari kepercayaan pada teknologi (lintas ruang dan waktu), keterbatasan suplai dan penggunaannya sebagai alat tukar ataupun penyimpan nilai (store of value).

Bitcoin adalah manifestasi yang mangakomodir ruang (uang) dan waktu (emas). Jadi, Bitcoin merupakan emas sekaligus uang dalam satu entitas. Bitcoin memenuhi interseksi ini karena pasokannya yang terbatas (21 juta Bitcoin). Di mana proses penambangan Bitcoin hanya mampu menyuplai 1 – 1,4 persen BTC ke dalam peredaran per tahun. Secara kelangkaan, Bitcoin sama dengan emas. Namun, Bitcoin lebih unggul dalam hal dapat dipecah dan lebih portabel.

Evolusi dari Inovasi ke Aset Global

Sebagai sebuah aset, Bitcon sudah tak belia lagi. Banyak hal yang kita pikirkan soal Bitcoin di awal-awal kemunculannya tidak lagi relevan untuk saat ini. Memang, tujuan awal Bitcoin diciptakan ialah sebagai mata uang digital yang independen dan transparan tetapi, seiring perkembangannya, Bitcoin lebih difungsikan sebagai store of value, karena jumlahnya yang terbatas dan demand-nya yang makin tinggi. Oleh sebab itu, istilah ‘emas digital’ ataupun ‘cyber manhattan’ cocok untuk Bitcoin.

Jika menyaksikan arus perkembangan Bitcoin, mungkin kita khawatir karena volatilitasnya yang cukup tinggi sebagai sebuah aset. Namun begitulah, volatilitas merupakan karakteristik umum dari aset yang sedang berkembang. Dulu, pasar Bitcoin masih relatif kecil dibandingkan dengan pasar keuangan tradisional, sehingga mudah dipengaruhi oleh sentimen. Namun saat ini, volatilitas tersebut cenderung menurun seiring dengan meningkatnya adopsi dan likuiditas.

Sekarang, negara dan investor institusional semakin terbuka dan melirik Bitcoin sebagai aset masa depan. Ada banyak negara yang terbuka atau membeli Bitcoin, mulai dari El Salvador, Republik Afrika Tengah, Jerman, Jepang, Swiss, Malta, Singapura, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Adapun perusahan yang mengadopsi Bitcoin antara lain BlackRock, MicroStrategy, Tesla, Grayscale, Microsoft, PayPal, dll.

Apakah Penambangan Bitcoin Membahayakan Lingkungan?

Isu kebutuhan energi yang besar dan jumlah emisi karbon yang ditimbulkan oleh aktivitas penambangan (mining) Bitcoin kerap kali digaungkan. Memang, penambangan Bitcoin menghabiskan energi dalam jumlah besar sekaligus emisi yang tak sedikit. Namun, mengaitkan penambangan Bitcoin dengan kerusakan lingkungan serius agaknya berlebihan.

Merujuk pada laporan Galaxy Digital, konsumsi energi dari penambangan Bitcoin hanya 113.89 TWh energi per tahun. Ini tampak besar secara subjektif, tetapi kecil bila dibandingkan dengan konsumsi energi pada sektor serupa, seperti penambangan emas dengan konsumsi 240.61 TWh energi per tahun, dan sistem perbankan dengan 263.72 TWh energi per tahun. Apalagi, sebagian besar aktivitas penambangan Bitcoin kini beralih ke sumber energi terbarukan yang lebih murah dan ramah lingkungan.

Namun, terlepas dari perbincangan itu, Bitcoin merupakan aset masa depan yang perlu dipertimbangkan. Bitcoin mempunyai keunggulan praktis karena bisa dibawa ke mana pun tanpa terlihat, dapat dikirim ke mana saja tanpa hambatan ruang dan waktu. Terkadang, orang meremehkan Bitcoin karena tak berwujud. Padahal, karena itulah Bitcoin menjadi unggul. Ia mendisrupsi sistem keuangan konvensional: tak perlu brangkas, tak perlu pengawalan, tak perlu pihak-pihak lain untuk menjaga dan memindahkanya.

Editor: Nauval Pally Taran

Tags : bisnisbitcoindigitalekonomiglobalhukuminvestasikeuanganteknologiuang

The author Redaksi Sahih