close
Kabar Internasional

Kebangkitan China, Akankah Hegemoni Amerika Serikat Berakhir?

Sumber Foto Ilustrasi: Pixabay

Penulis: M. Haris Syahputra

Ketika perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China kali pertama memanas pada 2018, banyak orang memperkirakan Beijing akan kesulitan menghadapi tekanan ekonomi dari Washington. Namun, setelah beberapa tahun berlalu, China justru makin mengukuhkan dominasinya di berbagai sektor strategis. Dari kecerdasan buatan hingga mobil listrik dan dari penguasaan jalur laut hingga produksi ponsel pintar, China tak hanya bertahan, tetapi juga unggul dan melesat.

Apa yang awalnya dimaksudkan sebagai strategi melemahkan China justru menjadi pemantik kebangkitan mereka. Apakah ini awal dari runtuhnya hegemoni AS? Berapa lama lagi mereka bisa mempertahankan dominasinya?

Kecerdasan Buatan dan Revolusi DeepSeek

Salah satu pukulan terbesar bagi dominasi teknologi Amerika datang dari sektor kecerdasan buatan (AI). Jika selama ini perusahaan-perusahaan teknologi Amerika, seperti OpenAI dan Google DeepMind dianggap sebagai pemimpin global, kini China membuktikan bahwa mereka juga punya peran dalam kemajuan kecerdasan buatan. Model AI terbaru China, DeepSeek, menunjukkan kapabilitas luar biasa yang mulai menyaingi teknologi Amerika.

DeepSeek bukan sekadar produk inovasi biasa, ia merupakan model AI canggih yang dampaknya langsung terasa di pasar saham AS. Saham Nvidia, yang selama ini menjadi pemimpin dalam industri cip AI, mengalami penurunan signifikan karena kekhawatiran bahwa dominasi teknologi AI Amerika mulai terkikis. Selain itu, DeepSeek mampu beroperasi dengan biaya produksi yang jauh lebih rendah dibandingkan ChatGPT. Efisiensi ini memicu kekhawatiran di kalangan investor, yang mulai mempertanyakan biaya operasional AI Amerika yang terlalu mahal.

BYD dan Dominasi Mobil Listrik

Sementara itu, industri otomotif juga mengalami pergeseran besar. Tesla, yang selama ini dianggap sebagai pionir mobil listrik dunia, sedang menghadapi tantangan serius dari Build Your Dreams (BYD), produsen mobil listrik asal China. Pada akhir 2023, BYD berhasil menyalip Tesla sebagai produsen mobil listrik terbesar di dunia dengan penjualan 3,02 juta unit, mengalahkan Tesla yang hanya mencatatkan 1,81 juta unit.

Keunggulan BYD terletak pada rantai pasokan yang kuat dan teknologi baterai yang lebih maju. Berbeda dengan produsen Amerika yang masih mengandalkan pemasok eksternal, BYD memproduksi baterainya sendiri yang membuat mereka lebih efisien dalam biaya produksi. Harga mobil listrik BYD juga lebih kompetitif dibandingkan Tesla. Model BYD Seagull, misalnya, dibanderol mulai harga US$9.700, jauh lebih murah dibandingkan Tesla Model 3 yang dijual dengan harga sekitar US$38.990.

Ponsel Pintar China: Unggul dalam Inovasi

Tak hanya AI dan otomotif, China juga merajai industri ponsel pintar. Produk-produk buatan Huawei, Xiaomi, dan Oppo kini menjadi makin sulit disaingi oleh Apple. Perusahaan-perusahaan China ini tak hanya menawarkan harga lebih kompetitif, tetapi juga beragam teknologi inovatif, seperti kamera beresolusi tinggi, pengisian daya supercepat, dan sistem operasi yang lebih fleksibel.

Huawei, yang sempat dijegal oleh sanksi AS, justru kembali dengan gebrakan baru. Cip Kirin terbaru buatan Huawei berhasil menembus batas teknologi yang selama ini didominasi oleh Qualcomm dan Apple. Huawei Mate 60 Pro, misalnya, menjadi simbol kebangkitan industri cip China dengan kemampuan 5G canggih meskipun masih menghadapi blokade teknologi dari AS. Performa ponsel pintar unggulan (flagship) China kini makin unggul, bahkan dalam beberapa aspek lebih baik dibandingkan iPhone paling mutakhir.

Persaingan di Jalur Laut: Terusan Suez vs. Terusan Panama

Perang dagang antara AS dan China tidak hanya terjadi di sektor teknologi dan manufaktur. Di lautan, kedua negara juga bersaing dalam menguasai jalur perdagangan strategis. China memiliki pengaruh besar di Terusan Suez melalui investasi besar pada infrastruktur Mesir dan berbagai proyek Belt and Road Initiative (BRI). Dengan kontrol atas pelabuhan di sekitar Suez, China makin mempermudah akses perdagangan dengan Eropa dan Afrika.

Sementara itu, AS masih mempertahankan dominasinya atas Terusan Panama, yang menjadi jalur utama perdagangan antara Asia dan Amerika. Penguasaan jalur laut ini memiliki dampak besar terhadap rantai pasokan global, China makin mengukuhkan posisinya sebagai pemain utama dalam perdagangan internasional.

Proyeksi 2030: Akankah Dominasi AS Berakhir?

World Economic Forum (WEF) dalam salah satu proyeksinya menyebutkan bahwa pada 2030, dominasi ekonomi Amerika kemungkinan besar akan berakhir. Sementara itu, China terus memperkuat posisinya sebagai kekuatan ekonomi terbesar di dunia dengan pertumbuhan yang stabil dan ekspansi di berbagai sektor strategis. Perekonomian China berkembang pesat dengan investasi besar dalam riset dan teknologi serta strategi perdagangan global yang agresif.

Faktor-faktor, seperti inovasi teknologi yang makin maju, penguasaan pasar global yang kian luas, dan kendali atas jalur perdagangan utama menjadi elemen kunci dalam pergeseran kekuatan ini. Jika tren ini berlanjut, dunia akan menyaksikan pergeseran geopolitik terbesar dalam sejarah modern: saat China menggantikan Amerika sebagai pusat ekonomi global.


Editor:
Teuku Zulman Sangga Buana

Tags : amerikaAmerika Serikatbisniscinaekonomiglobalkemanusiaan

The author Redaksi Sahih