close
BeritaKabar Daerah

Bagaimana Hermes Palace Hotel Menjawab Dugaan Keterlibatan dalam Praktik Prostitusi?

Sumber Foto: Hermes Palace Hotel

Reporter: Misbahul
Editor: Nauval Pally Taran

Dalam reportase khusus Sahih.co yang tayang pada Selasa, 22 April 2025, Hermes Palace Hotel turut menjadi sorotan sebagai tempat praktek prostitusi sebagaimana hasil profiling Polda Aceh pada tahun 2023. Pada reportase yang sama pula, General Manager Hermes Hotel, Budi Syaiful telah memberikan klarifikasinya dan membantah dugaan keterlibatan Hermes tersebut.

Pada Kamis 24 April 2025, pihak sahih.co berkesempatan bertemu langsung dengan Budi Syaiful untuk melakukan wawancara khusus dan mengklarifikasi lebih jauh tentang apa yang sebenarnya terjadi mengenai dugaan keterlibatan Hermes Hotel dalam praktik prostitusi.

Budi Syaiful menjabat sebagai General Manager Hermes sejak 2019. Dan sejak itu ia mengaku mulai berbenah untuk perbaikan Hermes agar selaras dengan kebijakan Syariat Islam Aceh.

Ia menyatakan bahwa manajemen telah memberlakukan persyaratan administrasi ketat bagi pasangan tamu: keduanya wajib menunjukkan buku nikah, dan jika tidak tersedia, KTP dengan alamat yang sama menjadi syarat mutlak untuk menginap. “Kami tidak memproses pendaftaran kamar sebelum syarat itu terpenuhi,” ujarnya.

Memasuki sore hari, akses ke area hotel dibatasi melalui kebijakan penguncian otomatis lift basement dan pintu samping antara pukul 18.30–19.00 WIB, sehingga tamu hanya dapat memasuki gedung lewat pintu utama yang diawasi standing banner “SYARIAH” dan kamera pengawas. Selepas pukul 20.00 WIB, petugas melakukan pengamatan visual tambahan: tamu yang terlihat menunggu di lobi tanpa tujuan yang jelas akan diminta meninggalkan hotel. Budi menyebut langkah ini diperlukan “untuk memastikan tidak ada celah masuk selain melalui resepsionis.”

Meski sejumlah prosedur pencegahan telah dijalankan, manajemen mengakui masih terjadi insiden dugaan “penyalahgunaan kamar”. “Ada tamu yang memesan kamar dengan tarif tertentu lalu kami tahu itu untuk tiga kali pertemuan yang diduga prostitusi; nama mereka langsung kami masukkan dalam daftar blacklist,” jelas Budi. Daftar blacklist tersebut juga memuat oknum staf yang terbukti melanggar aturan—mereka diberhentikan segera tanpa proses administratif panjang.

Dua fasilitas yang sempat dianggap rawan, karaoke dan alkohol, kini dihapus sepenuhnya dari layanan hotel. “Saya tutup karaoke karena itu sumber masalah. Tamu bisa buka jilbab, selfie dengan laki-laki bukan muhrim. Saya kewalahan awalnya, akhirnya tutup saja!” kata Budi, yang menambahkan bahwa mini bar sempat menyediakan bir sebelum ia menjabat, tetapi kini tidak ada satu pun minuman beralkohol di Hermes.

Mengenai inspeksi mendadak, Budi menyatakan kesediaannya untuk menerima pemeriksaan dari pemerintah daerah maupun kepolisian, dengan catatan hak privasi tamu tetap dihormati. “Jika ada kecurigaan, cukup cek rekaman CCTV; hindari penggerebekan yang bisa memicu kehebohan dan merugikan reputasi tamu maupun hotel,” ujarnya.

Di saat yang sama, 140 karyawan Hermes menjalani evaluasi dan pelatihan rutin—mulai standar berpakaian sesuai syariat hingga prosedur menangani komplain—dan resepsionis diingatkan untuk menolak tamu “yang tidak bermanfaat.”

Dalam pertemuan bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Aceh, yang melibatkan 25 General Manager hotel, Budi mengusulkan mekanisme pengawasan terukur agar razia tidak mematikan bisnis perhotelan dan memicu risiko pemutusan hubungan kerja massal.

Ia juga tengah merancang inisiatif pelatihan standar syariah terpadu bersama Pemkot Banda Aceh dan manajemen hotel lain di provinsi ini. Sejauh ini, efektivitas seluruh langkah tersebut—dari occupancy rate hingga respons tamu—masih menunggu verifikasi lebih lanjut melalui data resmi aparat, angka okupansi, dan umpan balik pengunjung.

Tags : acehbanda acehberita acehbisnisekonomihermes hotelkabar daerahperempuanprostitusi

The author Redaksi Sahih